Minggu, 11 November 2012

Pemuda

Alhamdulillaah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang telah memberikan nikmat kepada kita yang sangat buaaaanyyaaaak sekali... sampai–sampai kita itu tidak dapat menghitung berapa banyaknya Allah memberikan nikmat kepada kita. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, panutan kita, teladan kita, idola kita, idola kaum muslimin, yaitu Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, karena dengan akhlaqul karimah beliau, membuat banyak orang terkesima dan takjub kepada beliau, dan semoga kita dapat diberi Syafa’at yang Agung oleh beliau di yaumul akhir kelak.

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala...
Pemuda. Pemuda merupakan masanya masa produktif di mana mereka bisa melakukan apa saja. Masa pemuda merupakan masa pengabdian di mana mereka dengan semangat yang membara dapat mengabdi dengan rasa penuh. Pemuda merupakan agen perubahan, seperti yang dikatakan oleh bapak presiden kita yang pertama, Ir. Soekarno, yang berbunyi, “Berilah aku seribu orang tua, maka aku akan cabut Gunung Semeru dari akarnya. Namun, berilah aku 10 pemuda, maka aku akan GONCANGKAN dunia.”


Kita sebagai generasi pemuda harus dapat meng-GONCANGKAN dunia. Kita dapat mengambil berbagai tokoh Islam yang dapat dijadikan contoh buat kita. Misalnya saja Umar bin Abdul Aziz, salah satu khalifah dari bani Umayyah yang hanya kira-kira 2 tahun dapat memakmurkan rakyat. Beliau adalah seorang pemimpin yang adil dan jujur. Banyak rakyatnya yang tidak butuh zakat sehingga Baitul Mal penuh sesak. Beliau juga dapat mengirimkan zakat hingga ke Afrika yang dahulu negara tersebut dalam keadaan krisis.
Namun, masalah pun muncul. Banyak pemuda yang menggoncang dunia dengan hal yang salah. Salah satunya dengan teror bom yang marak saat ini. Banyak pemuda yang didoktrin dengan atas nama jihad fii sabiilillaah.  Sesama muslim pun mereka tidak ragu untuk membunuhnya. Padahal kita tau bahwa setiap mukmin itu merupakan satu bangunan, seperti dalam hadits (artinya) riwayat dari Abu Musa radhiyallaahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya adalah seperti bangunan di mana bagiannya saling menguatkan bagian lain.” (Shahih Muslim No. 4684)


Padahal agama Islam sendiri menerangkan tentang nikmat keamanan dan ketenangan, seperti yang tercantum dalam Surat Quraisy ayat 3-4 yang artinya: Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Quraisy: 3-4)

Kita ingat, bahwa tugas kita sebagai seorang muslim adalah beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya)Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyat: 56)


Juga, kita sebagai seorang muslim, khususnya pemuda harus dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Mumpung kita masih muda, mumpung kita masih mempunyai semangat yang membara di dalam dada, mumpung kita masih kuat dan sehat serta kekar, kita sebagai pemuda harus memanfaatkan waktu yang terus berjalan dengan baik. Sebagaimana dalam suatu hadits (artinya) dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits Hasan riwayat Tirmidzi dan yang lainnya).
Para pembaca yang dirahmati oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala...

Salah satu cara pemuda untuk memanfaatkan waktu dengan baik adalah dengan belajar, baik belajar ilmu agama maupun belajar ilmu dunia. Nah, kita sebagai murid juga harus belajar dengan giat. Belajar, merupakan amanah yang diberikan oleh orang tua kita kepada kita. Hal ini juga salah satu cara untuk berbakti kepada orang tua kita. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya): Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)

Barakallaahu fiikum. Wallaahu a’lam bishowab.

Sumber: Kumpulan Majalah Izzudin SMA Negeri 1 Surakarta

Senin, 29 Oktober 2012

Mengenali Agama Islam

Alhamdulillaah, segala puji bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala, Rabb semesta alam, karena telah melimpahkan nikmat-Nya yang begitu banyak sekali, sehingga kita tidak dapat mengitung nikmat tersebut dengan jari tangan dan jari kaki kita. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi kita, Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, beserta pada keluarganya, para shahabatnya, dan para pengikutnya yang selalu setia berada di jalannya hingga yaumul akhir nanti, dan semoga kita termasuk golongan yang diberi syafa’at oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam di yaumul akhir.
Para pembaca rahimakumullaah....
Agama Islam, merupakan agama yang telah Allah nyatakan sebagai agama penutup segala agama atau agama penyempurna segala agama samawi atau agama yang menghapus segala agama yang ada di muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang artinya:
"... Pada hari ini Ku-sempurnakan agama kalian untuk kalian, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku atas kalian, serta Ku-ridhai Islam itu sebagai agama bagi kalian..." (QS Al Maidah: 3)

"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali Imran: 19)

"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS Ali Imran 85)

Para pembaca yang budiman...
Dari uraian di atas, saya punya pertanyaan yang simple. Apa itu Islam? Apakah pembaca tau tentang Islam???


Telah diterangkan oleh banyak ulama tentang makna dari Islam itu sendiri. Kita di sini tidak menganalisa satu per satu. Namu di sini kita hanya mencukupkan pada salah satu penafsiran Islam dari salah seorang ulama yang mencurahkan hidupnya untuk menegakkan kemurnian Islam, yakni sebuah definisi Islam dari Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam salah satu risalah beliau rahimahullah yang terkenal yakni Ats-Tsalatsatul Ushul (Tiga Landasan Pokok).
Islam adalah berserah diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan adanya tauhid, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan serta berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku kesyirikan itu sendiri. Islam juga memiliki tiga tingkatan: Islam, Iman, dan Ikhsan. Dan setiap tingkatan memiliki rukun.
Dari definisi di atas, jika kita perhatikan dengan saksama, inti dari kalimat tersebut adalah mengikhlaskan peribadatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla semata dan menyelisihi kesyirikan dan pelakunya. Hal ini akan terasa klop dengan pemaknaan kalimat Laa ilaaha illa Allah. Serta banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an maupun hadits-hadits nabawiyah yang mengaitkan perintah untuk beriman kepada Allah dan menjauhi kesyirikan. Misalnya dalam firman Allah Ta’ala yang artinya:

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah: 256)

[162]  Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah Taala

Sungguh sebuah agama yang sangat mudah dan jelas. Hanya memuat dua perkara yang saling menguatkan yakni perintah berserah diri kepada Allah sebagai satu-satunya Rabb yang diibadahi yang berkonsekuensi mengingkari semua hal yang disembah selain ataupun bersama Allah. Inilah inti dakwah dari para Nabi. Namun, mengapa perkara yang sebenarnya jelas masih banyak belum dimengerti bahkan menjadi sebab dihancurkannya umat atau sekelompok manusia melalui adzab Allah karena menolak kedua perkara ini? Hal ini disebabkan karena kurang perhatian seseorang terhadap pelajaran agama Islam. Jika kita mau mempelajari agama yang mulia ini, niscaya kita akan mampu memahami dengan baik makna dari Islam itu. Sehingga, dapat kita tarik kesimpulan:
Islam adalah ikhlas kepada Allah semata yakni melakukan ibadah dengan tujuan semata-mata mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan mendapatkan surga-Nya. Hal ini ditempuh dengan cara:
Yakni berserah diri kepada Allah dengan ibadah dan mengkhususkan ibadah tersebut hanya kepada Allah beserta ketaatan yang mencakup pelaksanaan terhadap semua perintah-Nya penolakan terhadap apa yang Allah larang untuk dikerjakan.

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta'ala...
Mengkhususkan ibadah hanya untuk Allah semata mengandung konsekuensi meninggalkan segala macam peribadatan kepada selain Allah (meninggalkan kesyirikan).
Hal ini melazimkan seseorang untuk berlepas diri terhadap pelaku kesyirikan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja...” (QS Al Mumtahanah: 4)


Apabila seseorang telah melakukan hal itu, berarti ia telah masuk Islam sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya: “...Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus...” (QS Al Baqarah: 256)

Dan setelah itu ada tingkatan iman dan ihsan setelah tingkatan Islam sebagaimana hadits ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu tentang datangnya malaikat Jibril ‘alaihissalam yang datang mengajarkan Islam. Semua tingkatan tersebut termasuk agama Islam yakni agama yang disyari’atkan Allah ‘Azza wa Jalla kepada hamba-Nya dan diutus dengannya para rasul seluruhnya.

Barakallaahu fii kum....
Wallaahu a’lam bish showab....


Sumber: Majalah Izzudin SMAN 1 Surakarta ed 79/Rabi'ul Awal 1432 H/Februari 2012 M

Minggu, 16 September 2012

Pentingnya Niat

Para pembaca yang budiman...
Kalau membahas niat, tentu kita tidak lepas dari hadits arba'in yang pertama  (yang artinya):

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khaththab radhiyallaahu 'anhu, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, 'Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya, dan setiap seseorang itu mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ia cari atau perempuan yang akan ia  nikahi maka hijrahnya menurut apa yang ia hijrahi." (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)

Mungkin, terkadang kita menganggap niat itu tidak penting dan terkadang kita malah melupakan hal tersebut. Namun perlu kita ketahui bahwa, diterimanya amal atau tidak, itu tergantung niatnya. Seperti yang termuat dalam hadits di atas "Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya." Jadi,  niat adalah sumber dari benarnya suatu amal. Karena jika niat itu benar maka amal pun akan benar pula, sebaliknya kalau niatnya rusak maka amalnya pun ikut rusak. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam hadits di atas "Barangsiapa yang hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ia cari atau perempuan yang akan ia  nikahi maka hijrahnya menurut apa yang ia hijrahi."



Lantas bagaimana apabila kita melaksanakan amal untuk mendapatkan dunia dan akhirat sekaligus? Sebagian ulama' berpendapat bahwa suatu amal ibadah yang dilaksanakan untuk mendapatkan dunia dan akhirat sekaligus, maka amalnya tertolak. Dalilnya adalah Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam hadits Qudsi (yang artinya):

"Allah berfirman : "Aku-lah yang paling tidak membutuhka sekutu, maka barangsiapa yang melakukan suatu amal yang ada kesyirikan di dalamnya aku berlepas diri darinya." (HR Muslim, Ibnu Majah, Ahmad, At Tayalisi dari Abu Hurairah)

Atau dengan kata lain ketika kita melakukan suatu amalan haruslah dengan niat ikhlas semata mengharap ridho Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Maka Al Harits Al Muhasibi berpendapat dalam kitab Ar Ri'ayah, "Yang disebut ikhlas adalah apa yang engkau kehendaki dari amalmu tiada lain karena ketaatan kepada-Nya, bukan yang lain." Jadi, dalam beramal haruslah dengan niat yang benar-benar ikhlas dan terbebas dari riya' dan sum'ah.

Riya' yaitu mempertontonkan peribadatan atau keimanan seseorang. Adapula yang disebut sum'ah, yaitu memperdengarkan peribadatannya. Orang yang mencampuradukkan keimanan mereka terhadap Allah Yang Maha Agung dengan riya' dan sum'ah bisa jadi mengeluarkan mereka dari keIslaman, tapi umumnya tidak sampai mengeluarkan mereka dari keIslaman. Tergantung seberapa besar "penyakit"nya.

Al Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah menerangkan. "Ketahuilah bahwa amal untuk selain Allah ada banyak macamnya. Terkadang riya' murni, seperti perilaku orang-orang munafiq (orang-orang yang dahulu di zaman Nabi berpura-pura keIslamannya agar selamat dan mendapat kedudukan di tengah masyarakat) sebagaimana firman Allah Ta'ala, (yang artinya) "Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali." (QS An-Nisaa' : 142)

Jadi, intinya adalah niat merupakan syarat diterimanya ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Bila kita melakukan suatu amalan tanpa disertai niat, maka ibadah kita tidak akan diterima oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala.

Wallaahu a'lam bishowab.


Sumber :
Syarah Hadits Arba'in Imam Nawawi
Majalah Izzudin SMAN 1 Surakarta ed 79/Robiul Awwal 1433 H/Februari 2012

Minggu, 09 September 2012

Menjadi Remaja Muslim yang Tangguh


Alhamdulillaah, segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhaanahu wa Ta’ala karena kita semua sampai detik ini masih diberikan nikmat berupa nikmat sehat dan sempat. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, nabi kita, Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, beserta para keluarganya, shahabat-shahabatnya, serta para pengikutnya yang selalu setia sampai yaumul akhir nanti.
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala...
Sungguh sulit menjadi orang shalih, di tengah lingkungan yang serba mengajak bermaksiat. Lebih sulit lagi menjadi remaja shalih, karena keremajaan selalu diidentikkan dengan puncak ketidakstabilan; saat insting kenakalan sedang liar-liarnya. Menjadi remaja shalih berarti mengekang kuda liar agar menjadi jinak, dan ditunggangi dengan nyaman. Untuk menjadi remaja yang tangguh, adik-adik sekalian harus belajar menjadi joki yang baik.
Inilah realita remaja sekarang...
Remaja, seperti digambarkan dalam sebuah iklan rokok di televisi; memandang setiap bahaya sebagai petualangan. Dunia remaja, sering melambungkan angan-angan menembus batas realitas. Mereka ingin menjadi siapa saja, dan menjelma menjadi apa saja, sementara mereka belumlah apa-apa. Hasrat dan keinginan seringkali melampaui kapasitas diri dan kemampuan. Maka remaja adalah pribadi yang paling sering lupa daratan. Hidupnya sering di awang-awang. Lebih banyak pemimpi kesiangan. Untuk bisa berkualitas, seorang remaja harus memaksa diri untuk turun ke dunia nyata.
Contohnya saja ya...., ketimbang belajar ilmu agama, membaca Al-Qur’an, mempelajari matematika dan fisika agar menjadi pelajar yang cerdas, kebanyakan remaja justru lebih memilih komik, novel, dan buku cerita seru. Walaupun komik, novel, dan buku cerita seru itu sangat mengasyikkan, namun bila hal tersebut dapat membuat lalai bagi remaja yang membacanya, itu merupakan perkara yang sia-sia belaka bila dibandingkan dengan belajar ilmu agama, membaca Al-Qur’an, mempelajari matematika dan fisika, dll...
Saat membaca dan tenggelam dalam buku-buku (komik, novel, cerita seru) itu, mereka seolah-olah berubah menjadi tokoh yang mereka baca. Secara tiba-tiba saja mereka berubah menjadi tokoh yang mereka baca. Secara tiba-tiba saja mereka merasa berbakat menjadi seperti Naruto, Avatar Aang, dan Lufi yang ada di serial One Piece. Dunia-dunia khayal itu seolah-olah menjadi nyata, dan mereka seperti terlibat di dalamnya... Bahkan, mereka merasa memiliki kekuatan-kekuatan super, tenaga dalam, dan lain-lain yang ada di cerita-cerita tersebut. Saat sadar, mereka baru teringat bahwa mereka hanya remaja-remaja berbadan ceking yang sedang duduk di sebuah toko komik, dan membolos sekolah...



Duhai, mereka ternyata hanyalah remaja-remaja yang pemalas, yang hanya bisa berfantasi, dan selalu menjadi pecundang di dunia nyata...
Maka remaja yang tangguh adalah yang bergerak di alam nyata. Yang ada di hadapan mereka, mereka tatap dengan semangat. Mereka belajar, bekerja, beraktivitas, dan berusaha merengkuh segala yang mampu mereka rengkuh. “Mumpung masih muda, saya harus melakukan segala hal yang terbaik. Saat tubuh sudah rapuh, saya tak akan mampu melakukannya lagi,” itulah pemuda sejati.
Jangan malu mengaku sebagai manusia, mengaku sebagai remaja, dan mengaku sebagai muslim. Itulah sikap yang  harus dimiliki setiap remaja muslim.
Dalam QS Ali 'Imran ayat 19 Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya :
“Seungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19)
Dalam QS Ali 'Imran ayat 85 Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya :
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali 'Imran: 85)
Jagalah identitas asli kita sebagai manusia, sebagai remaja, dan sebagai pemeluk agam Islam. Masjid, jangan menjadi lokasi yang paling dijauhi. Sekolah buka tempat yang harus dibenci. Al-Qur’an, kumpulan hadits, dan buku-buku pelajaran, harus menjadi sesuatu yang banyak menemani kita. Merasalah malu, bila kita jauh dari semua itu. Saat kita berhasil melakukan itu, semua teman dan lawan akan menghormati kita. Siapapun akan segan kepada kita. Tapi, saat kalian larut dalam gelombang kehidupan remaja, tak ada orang yag akan menganggap kita hebat dan punya segalanya. Menjadi populer, beken, dan banyak teman pun kalian tak lantas dihormati. Bahkan akan lebih banyak orang yang mencibir diam-diam.
Manusia menjadi mulia karena sadar bahwa sebagai manusia ia hanya ciptaan, bukan pencipta. Ia hanya penyembah, bukan yang disembah. Dari kesadaran itu, kita akan tahu bahwa isi hidup kita tak mungkin lari dari tugas-tugas kita sebagai hamba Allah Ta’ala. Wah..., betapa beratnya tugas kita sebagai pemuda. Saat teman-teman kita menikmati sejuta keindahan dalam dunia remaja, kita justru berlari ke tepi sajadah, bersujud, dan merunduk pasrah di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala...
Untuk menjadi remaja yang tangguh, jangan rela dibentuk oleh lingkungan, berusahalah agar kita membuat lingkungan. Sebagai remaja muslim, ubahlah label di setiap hal yang melingkari kita menjadi Islami.
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al-An’am: 116)
Kita boleh tinggal di mana saja dan berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Tapi setiap kita menempati sebuah lingkungan, kita harus mampu menguasainya. Jangan mudah larut oleh suasana, tapi buatlah agar lingkungan itu terpengaruh dengan kehadiran kita. Cara mudah... Buat saja aktivitas seperti kebiasaan yang kita lakukan. Selama itu baik dan benar, lakukan saja. Bila ada masjid sepi, kita yang memakmurkannya. Bila di kampung itu jarang terdengar suara Al-Qur’an, kitalah yang melakukannya. Sederhana saja kok..., tapi kadang butuh mental yang kokoh. Dan ternyata, asal ada ilmu, kita selalu mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, mental kuat itu akan dengan sendirinya menjadi milik kita...
 Wahai adik-adikku, betapa benar ungkapan Imam Syafi’i, “Sesungguhnya pemuda sejati adalah yang berilmu dan bertakwa.”
Sekian dulu dari kami. Semoga hal ini dapat menjadi pemicu dan semangat kita  agar menjadi pemuda yang shalih dan dapat menegakkan agama Allah  Subhaanahu wa Ta’ala.
Wallahu a’lam bishowab.


Sumber: Majalah Izzudin SMAN 1 Solo
for Materi TAKSENENI kelas X 10 Sept 2012

Sabtu, 07 Juli 2012

Keutamaan Shalat 5 Waktu


Dari Ibnu Umar Radhiallahu 'anhuma dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”. (HR. Al-Bukhari no. 7 dan Muslim no. 19)



Shalat lima waktu mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan semua ibadah wajib lainnya, di antaranya:

1. Merupakan ibadah yang Allah Ta’ala syariatkan kepada Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa Sallam secara langsung tanpa perantara malaikat. Berbeda halnya dengan kewajiban lainnya yang diwajibkan melalui perantara malaikat.



2. Akan menghapuskan semua dosa dan kesalahan. Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Shalat lima waktu dan shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya selama tidak melakukan dosa besar.” (HR. Muslim no. 342)



3. Shalat 'Ashar yang merupakan shalat wustha -sebagaimana dalam riwayat Al-Bukhari- dikhususkan penyebutannya dibandingkan shalat-shalat lainnya. Dan ini menunjukkan keistimewaan shalat ashar -dari satu sisi- dibandingkan shalat lainnya. Allah Ta’ala berfirman: 
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.” (QS. Al-Baqarah: 238)




4. Menjaga shalat Shubuh dan 'Ashar merupakan sebab terbesar masuk surga dan selamat dari neraka. Dari Imarah bin Ru’aibah Radhiallahu 'anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.” (HR. Muslim no. 1003)



Dari Abu Musa Radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:


“Barangsiapa shalat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah, oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu dari kalian sebagai imbalan jaminan-Nya, sehingga Allah menangkapnya dan menyungkurkannya ke dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 1050)





Dari Jarir bin ‘Abdullah Radhiallahu 'anhu dia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihat-Nya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan untuk melaksanakan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.” (HR. Al-Bukhari no. 521 dan Muslim no. 1002)


Ini dipertegas dalam hadits Jabir Radhiallahu 'anhuma dia berkata: Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:


“Sungguh, yang memisahkan antara seorang laki-laki dengan kesyirikan dan kekufuan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 116)



Juga dalam Abdullah bin Buraidah dari ayahnya Radhiallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:



“(Pemisah) di antara kami dan mereka (orang kafir) adalah meninggalkan shalat, karenanya barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir.” (HR. Ahmad no. 21929)


Peringatan bagi orang yang meninggalkan Shalat

"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kerugian." (Maryam: 59)

"Celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya." (Al-Ma'un: 4-5)

"Barangsiapa menjaga shalatnya maka shalat tersebut akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari Kiamat nanti. Dan barangsiapa tidak men-jaga shalatnya, maka dia tidak akan memiliki cahaya, tidak pula bukti serta tidak akan selamat. Kemudian pada hari Kiamat nanti dia akan (dikumpulkan) ber-sama-sama dengan Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay Ibnu Khalaf." (HR. Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban, hadits shahih)

Kamis, 14 Juni 2012

Cara Makan Menurut Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

Langsung aja, berikut ini adalah di antara adab-adab makan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

  1. Mulailah dengan bismillah, hal yang sebenarnya ringan, tapi sering dilalaikan. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang kalian makan suatu makanan, maka hendaklah dia mengucapkan 'Bismillah' (Dengan nama Allah), dan bila dia lupa di awalnya hendaklah dia mengucapkan 'Bismillah fii awwalihi wa akhirihi' (Dengan nama Allah di awal dan di akhirnya)." (HR. Tirmidzi)
  2. Makan menggunakan tangan kanan.
  3. Makan dimulai dari pinggir wadahnya terlebih dahulu. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajarkan bahwa ternyata barakah dari makanan yang kita makan itu ada di tengahnya. "Jika makanan diletakkan, maka mulailah dari pinggirnya dan jauhi (memulai) dari tengahnya, karena sesunguhnya barakah itu turun di tengah-tengah makanan." (HR. Ibnu Majah)
  4. Duduk saat makan.
  5. Makan dengan 3 jari tangan.
  6. Menjilati sisa makanan yang masih menempel pada jari dan bejana (tempat makan). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian makan, maka janganlah dia mengusap tangannya sampai dia menjilatnya atau memberikan kepada orang lain untuk menjilatnya, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui tempat terletaknya barakah." (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam itu kalau makan dengan ketiga jari; ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Setelah selesai beliau menjilat ketiga jari beliau sebelum beliau mengelapnya. Beliau memulai dengan jari tengahnya kemudian jari telunjuk lalu ibu jari.
  7. Jangan makan sambil bersandar, karena hal ini menunjukkan sikap malas dan terasa kurang nikmat. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak suka makan sambil bersandar." (HR. Bukhari)
  8. Mengambil makanan yang terjatuh. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila terjatuh makanan salah seorang dari kalian, maka ambillah lalu bersihkan kotoran yang ada padanya kemudian makanlah, dan janganlah membiarkannya bagi syaithon." (HR. Muslim)
  9. Tidak boleh mencela makanan, bahkan dianjurkan untuk memujinya. Suatu ketika, Rasulullah Shallallaahu 'alahi wa Sallam pernah minta lauk kepada istri-istrinya, lalu mereka menjawab, "Kami hanya punya cuka." Kemudian Nabi memintanya lalu beliau makan seraya bersabda: "Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka." (HR. Muslim).
  10. Tidak bernafas di bejana atau meniup makanan. Dari Shahabat Ibnu 'Abbas radhiallaahu 'anhuma: "Bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah melarang bernafas di dalam bejana atau melarang untuk meniup padanya." (HR. Tirmidzi)
  11. Berdo'a sesudah makan. Do'a sesudah makan adalah sebagai berikut:
اَلحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ [مَكْفِيٍّ وَلاَ] مُوَدًّعٍ، وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا

"Segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak, baik, dan penuh berkah di dalamnya, yang tak akan pernah habis dan tak akan ditinggalkan, serta senantiasa dibutuhkan, wahai Rabb kami."


Wallaahu a'lam bishowab


Sumber: Majalah 'Izzudin (SMA Negeri 1 Surakarta), Edisi 62 Rabi'uts Tsani 1429 H/April 2008 M

Kamis, 07 Juni 2012

Keutamaan Bersedekah


Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : 
Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun dua malaikat. Lalu salah satunya berkata, “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi berkata, “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil).” (HR. Al-Bukhari no. 1442 dan Muslim no.1016)

Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
Barangsiapa yang bersedekah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal) -dan memang Allah tidak menerima kecuali yang baik saja-, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu akan memeliharanya untuk pemiliknya -sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya- hingga membesar seperti gunung." (HR. Al-Bukhari no. 1410 dan Muslim no. 1014)

Abdullah bin Mas’ud radhiallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidak boleh hasad kecuali pada dua hal: (Pertama) kepada seorang yang dikaruniakan Allah harta kekayaan, lalu ia membelanjakannya dalam kebenaran. (Dan yang kedua) kepada seorang laki-laki yang diberi Allah hikmah (ilmu), hingga ia memberi keputusan dengannya dan juga mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)
Hasad di sini bermakna cemburu dalam kebaikan. Yakni keinginan untuk mendapatkan keutamaan yang sama seperti saudaranya tanpa menghendaki hilangnya keutamaan tersebut dari saudaranya.

Di antara kebaikan yang Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam anjurkan adalah bersedekah. Karena selain sedekah ini bermanfaat bagi dirinya sendiri, sedekah juga sangat bermanfaat bagi saudaranya yang lain dalam meringankan beban mereka, dan sedekah ini juga bisa menjadi amal jariah bagi pemiliknya. Karenanya Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan banyaknya keutamaan yang akan diperoleh oleh orang yang bersedekah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwa sedekah yang dikeluarkan oleh seorang muslim -walaupun lahiriahnya hartanya berkurang-, akan tetapi hakikatnya hartanya tidaklah berkurang bahkan justru bertambah. Hal ini karena di satu sisi para malaikat akan mendoakan untuknya agar hartanya bertambah, dan di sisi lain harta dia sebenarnya adalah apa yang dia miliki di akhirat, dan itu adalah harta yang telah dia sedekahkan. Karenanya semakin banyak dia mengurangi hartanya di dunia untuk bersedekah, maka semakin besar harta dia di akhirat. Bahkan dengan kemurahan dari Allah Ta’ala, Allah sendiri yang akan menerima sedekah seorang muslim dengan tangan kanan-Nya lalu Dia mengembangkannya hingga sebesar gunung, sampai pada hari kiamat Dia akan menyerahkannya kembali kepada pemiliknya. Subhanallah...

Bersedekah
Semua keutamaan di atas tentunya hanya berlaku jika yang disedekahkan oleh seorang muslim adalah harta yang halal, baik dari sisi zatnya maupun dari sisi cara memperolehnya. Dan memang Allah Ta’ala tidak akan menerima sedekah dari sesuatu yang haram, baik haram zatnya maupun haram dari sisi cara memperolehnya.

Allah Subhaanahu wa ta'ala berfirman yang artinya:
Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan, maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba`: 39)

Dari Abdullah bin Asy-Syikhkhir radhiallaahu 'anhu dia berkata: Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tengah membaca ayat, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian.” (QS. At-Takatsur: 1). Lalu beliau bersabda:
“Anak Adam berkata, “Hartaku, hartaku’.” Beliau meneruskan, “Apakah kamu wahai anak Adam mempunyai harta kecuali: Apa yang telah engkau makan dan itupun telah engkau habiskan,  atau apa yang telah engkau kenakan dan itupun telah engkau usangkan, atau apa yang telah engkau sedekahkan dan itupun telah engkau lakukan.” (HR. Muslim no. 2958)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
“Saat seseorang berada di suatu padang pasir, ia mendengar suara di awan, “Siramilah kebun si fulan!” Lalu awan itu bergerak lalu menuangkan air dalam cuaca yang panas, dan ternyata di situ ada kebun yang telah menampung semua air yang turun tersebut. Dan ternyata di kebun itu ada seseorang yang tengah mengurus air dengan sekopnya. Dia bertanya kepada orang itu, “Wahai hamba Allah, siapa namamu?” Ia menjawab, “Fulan,” sama seperti nama yang ia dengar dari awan. Ia balik bertanya, “Hai hamba Allah, kenapa kau tanyakan namaku?” Ia menjawab, “Aku tadi mendengar suara dari awan di mana inilah airnya. Suara itu berkata, “Siramilah kebun si fulan, dengan namamu yang disebut. Apa yang kau lakukan pada kebunmu?” Ia menjawab, “Karena kau mengatakan seperti itu, maka sebenarnya aku melihat yang keluar darinya (hasil kebunnya), lalu aku sedekahkan sepertiganya, aku makan sepertiganya bersama keluargaku, dan aku kembalikan sepertiganya ke kebun.” (HR. Muslim no. 1984)

Ayat dalam surah Saba` di atas memperkuat semua keterangan yang tadi. Sedekah itu sebenarnya tidak akan mengurangi harta karena di antara sebabnya adalah bahwa Allah akan mengganti harta yang dia sedekahkan. Dan harus diingat bahwa karena keutamaan dari Allah Ta’ala, Allah tidak pernah membalas suatu kebaikan dengan kebaikan yang sama, akan tetapi pasti Allah Ta’ala akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Terkadang balasan kebaikan itu dia peroleh di akhirat, yaitu berupa perbendaharaan amalan yang sangat dia butuhkan ketika itu. Dan terkadang dia mendapatkan balasan kebaikan itu di dunia dengan dia diberikan rezeki yang berberkah, baik dari langit maupun dari bumi.

Jadi, marilah kita bersedekah….


Wallaahu a'lam bishowab

Berbakti kepada Kedua Orang Tua


Segala puji hanyalah untuk Allah Subhaanahu wa ta'ala yang memiliki kesempurnaan pada seluruh nama dan sifat-Nya. Kita memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya serta memohon ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya atas kesalahan diri-diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya serta kepada seluruh kaum muslimin yang benar-benar mengikuti petunjuknya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Para pembaca yang dirahmati oleh Allah Subhaanahu wa ta'ala. Ketahuilah bahwa kewajiban yang paling besar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada Allah dan Rasul-Nya adalah hak pada orang tua. Sebagaimana firman Allah yang artinya :
Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orangtua.” (An-Nisa’: 36)

Di dalam ayat lainnya, Allah berfirman:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (Al-Ahqaf ayat 15)

Semakna dengan ayat tersebut Allah Subhaanahu wa ta'ala berfirman:
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (Luqman: 14)

Pada kedua ayat di atas surat Al-Ahqaf ayat 15 dan Luqman ayat 14, Allah Subhaanahu wa ta'ala telah menjelaskan pada kita, betapa besarnya pengorbanan orang tua pada kita semua, terutama ibu pada anaknya. Jadi, sudah semestinya sebagai anak yang baik, sebagai manusia yang baik, sebagai manusia yang masih memiliki hati nurani, kita haruslah berbakti pada orang tua kita. Karena orang yang berakal dan beriman tidak akan melupakan kebaikan orang lain terhadapnya apalagi membalas kebaikannya dengan menyakitinya. Maka apakah layak bagi seorang anak untuk melupakan pengorbanan besar orang tuanya sehingga tidak berbuat baik padanya? Mari kita renungkan ini. Dan lebih tidak pantas lagi, bagi seorang anak untuk menyakiti orang tuanya yang telah terus-menerus berbuat kebaikan padanya dengan pengorbanan yang amat besar bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya hanya untuk memperjuangkan kehidupan kita. Sungguh..., sungguh mulia kedudukan orang tua dalam Islam. Maka janganlah kita menyakitinya, walaupun sekecil apapun.

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam pun juga menjelaskan betapa besarnya keutamaan berbakti pada orang tua. Bahkan lebih besar dari jihad di jalan Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari sahabat Abdullah ibnu Mas’udz, beliau berkata: Aku bertanya kepada Nabi , “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah ?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Nabi menjawab, “Berbakti kepada orangtua.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).



Para pembaca yang semoga dirahmati Allah...
Kewajiban berbuat baik kepada orangtua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orang tua. Bahkan Allah Subhaanahu wa ta'ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orang tuanya meskipun seandainya keduanya dalam keadaan kafir sekalipun. Sebagaimana dalam berfirman-Nya:
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)

Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik kepada orangtua tidaklah gugur karena keduanya dalam keadaan kafir serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa kemungkaran tetap tidak boleh ditaati. Seperti orang tua kita mengajak kita untuk menyembah kuburan dan sebagainya.

Wahai Saudaraku.....
Berbuat baik kepada orangtua sangat banyak caranya dan sangat luas cakupannya. Bisa dilakukan dengan ucapan, perbuatan, maupun dengan harta. Berbuat baik dengan ucapan seperti bertutur kata yang baik, menggunakan bahasa yang sopan, malah kalau bisa menggunakan basa krama alus. Berbuat baik dengan perbuatan, contohnya dengan membantu pekerjaan orang tua, membersihkan rumah dan lain-lain. Adapun membantu dengan harta adalah membantu mencukupi kebutuhannya, membantu membayar hutangnya dan lain sebagainya.

Berbuat baik kepada orangtua juga tidaklah terbatas pada saat keduanya masih hidup. Bahkan di saat keduanya sudah meninggal dunia pun, berbuat baik kepadanya masih bisa dilakukan. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz , salah seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia mengatakan: “Disyariatkan berdoa kepada Allah untuk yang telah meninggal dunia, begitu pula bersedekah atas namanya dengan berbuat baik berupa memberikan bantuan kepada fakir miskin, (yaitu) seseorang mendekatkan diri kepada Allah  dengan perbuatan tersebut dan kemudian berdoa kepada Allah  agar menjadikan pahala dari sedekah tersebut untuk ayah dan ibunya atau selain keduanya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Hal ini karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): ‘Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa untuknya.’

Disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan beliau belum sempat berwasiat namun aku yakin kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah, apakah beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?” Nabi menjawab, “Benar.” (H.R Bukhari dan Muslim/Muttafaqun ‘alaih). Begitu pula (akan bermanfaat untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas nama si mayit, demikian pula ibadah umrah, serta membayarkan utang-utangnya. Semua itu akan bermanfaat untuk yang meninggal sebagaimana telah datang dalil-dalil yang syar’i menunjukkan hal tersebut.”.

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah....
Marilah, kita tunaikan kewajiban kita atas orang tua kita. Marilah kita ingat betapa mulianya amalan ini di sisi Allah serta betapa besar pengorbanan kedua orang tua kita. Mereka merawat kita, mengorbankan hartanya untuk kita, mau mengajari kita merangkak, berdiri, berjalan, hingga sekarang kita bisa berlari mengejar cita-cita kita masing-masing. Mereka tidak pernah makan sebelum kita kenyang, mereka belum bisa tidur bila kita masih merengek, menangis dan belum bisa tidur, mereka berusaha memenuhi segala yang kita butuhkan, mereka selalu menginginkan hidup kita bahagia, bahkan mereka akan rela memberikan nyawa mereka sebagai taruhannya untuk menyelamatkan kita, yang entah apakah bisa berbakti pada mereka atau malah akan menyakiti mereka.

Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada di dunia ini yang mencintaimu melebihi cintanya orang tuamu padamu. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya selamat dunia akhirat. Maaf, walaupun orang tuanya adalah seorang pencuri, penjahat, dan sebagainya, tetap saja mereka menginginkan kita menjadi orang yang baik. Jadi, yuk mari kita menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tua. Mari kita gunakan kesempatan yang Allah berikan pada kita sebaik mungkin. Mudah-mudahan, Allah Subhaanahu wa ta'ala memberikan kemudahan untuk senantiasa ikhlas dalam menjalankannya. Aamiin...


Wallaahu a'lam bishowab