Minggu, 24 Februari 2013

Mengesakan Allah 'Azza Wa Jalla


Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala. Dia-lah yang menciptakan kita dan Dia-lah yang telah menciptakan segala makhluk yang ada. Firman Allah Ta’ala: “Allah telah menciptakan segala sesuatu ...” [QS Az-Zumar: 62]
Kita sebagai muslim tahu, bahwa Allah adalah Rabb kita sekaligus Rabb segala sesuatu. Dalam firman Allah ‘azza wa jalla:
Katakanlah: ‘Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, padahal Dia adalah Rabb segala sesuatu? ...’” [QS Al-An’am: 164]
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.” [QS Al-Fatihah: 2]
Jadi, Tuhan kita adalah Allah, Rabb semesta alam, Rabb segala sesuatu. Namun, apakah kita sendiri tahu, mengapa Allah menciptakan kita? Apa tujuan Allah menciptakan kita? Dalam firman Allah Ta’ala: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (mentauhidkan-Ku).” [QS Adz-Dzariyat: 56]
Laa ilaaha illallah mempunyai makna yang sangat URGENT, yaitu ‘Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi kecuali Allah’. Dalam firman Allah Ta’ala:
Maka ketauhilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan (Yang Haq) melainkan Allah ...” [QS Muhammad: 19]
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (sesembahan) Yang Haq ...” [QS Al-Hajj: 62]
Dari hal itu, kita sebagai muslim harus beribadah kepada Allah, di mana saja dan kapan saja. Namun, apakah kita tau apa itu ibadah? Ibadah ialah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Ta’ala. Dan, ibadah bukan hanya shalat, zakat, puasa, shadaqah, dan haji. Namun, selain dari amalan tersebut, kita juga harus meniatkannya untuk ibadah kepada Allah Ta’ala. Dalam suatu hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu: “Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya.” [HR Bukhari]
Namun, dalam suatu amalan, agar amalan tersebut diterima di sisi Allah, salah satu syaratnya adalah kita harus memiliki agama yang benar, yaitu agama Islam. Dan janganlah kita kafir atau keluar dari agama Islam, karena perbuatan orang kafir, walaupun mereka berbuat baik sekalipun, amalan mereka tertolak. Dalam firman Allah:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam, ...” [QS Ali-Imran: 19]
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS Ali-Imran: 85]
Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan keta’atan serta melepaskan diri dari kesyirikan. Dalam firman Allah Ta’ala:
Maka sesembahanmu ialah sesembahan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah),” [QS Al-Hajj: 34]
Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” [QS Ali-Imran: 102]
Agama Islam telah sempurna dan tidak perlu suatu penyempurna. Dalam firman Allah: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah cukupkan nikmat-Ku kepada kalian dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.” [QS Al-Maidah: 3]
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala...
Dalam kita sebagai muslim berbuat suatu amalan, amalan tersebut harus dibangun dalam 2 perkara, yaitu ikhlas dan mutaba’ah. Kita harus ikhlas dalam beribadah kepada Allah, semata-mata hanya untuk menggapai ridha Allah. Juga mutaba’ah (mencontoh) apa yang dilakukan oleh Nabi kita, Nabi seluruh umat ini, yaitu Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam firman Allah:
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, akan tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi, ...” [QS Al-Ahzab: 40]
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” [QS Al-A’raaf: 158]
Dan juga dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan termasuk perkara kami maka amalan itu tertolak.” [HR Muslim]
Muhammad Rasulullah, beliau adalah rasul yang diutus oleh Allah kepada manusia secara menyeluruh, baik dari kalangan jin maupun manusia. Dalam firman Allah: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya ...” [QS Saba’: 28]
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “... Dan aku diutus kepada manusia seluruhnya ...” [HR Muslim]
Dan merupakan suatu kewajiban bagi kita seluruhnya untuk mentaati dan membenarkan beliau serta menjauhi semua yang beliau larang. Dalam firman Allah Ta’ala: “Katakanlah: ‘Ta‘atlah kepada Allah dan ta‘atlah kepada rasul ...’” [QS An-Nur: 54]
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apa-apa yang aku larang kepada kalian daripadanya maka tinggalkanlah dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah dengan segenap kemampuan kalian.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Wahai para pembaca...
Hak Allah yang harus ditunaikan oleh hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedang hak seorang hamba atas Allah, bahwa Allah ‘azza wa jalla tidak akan mengadzab orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” [HR Bukhari]
Nah, dari hal tersebut, apakah kita tau apa itu Syirik? Syirik ialah beribadah kepada selain Allah ‘azza wa jalla. Setiap ibadah yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi Allah ‘azza wa jalla, tatkala dipalingkan kepada selain Allah adalah perbuatan syirik. Dalam firman Allah Ta’ala: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, ...” [QS An-Nisa’: 36]
Mungkin, cukup sekian ta’lim hari ini. Semoga yang sedikit ini ada manfaat bagi kita. Barakallahu fiykum. Wallahu a’lam bishowab.

Maroji':
1. Mengenal Dasar-dasar Tauhid, Fiqih, & Aqidah (Edisi Indonesia)- Syaikh Yahya bin 'Ali Al-Hajuri
2. Kitab Al-Ilmi - Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Minggu, 10 Februari 2013

Aqidah, Landasan Utama dalam Agama


ü  Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini seseorang.
ü  Aqidah secara syara’ ialah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan Hari Akhir serta Qadha dan Qadar. Hal ini disebut dengan rukun iman.
ü  Syaria’t terbagi menjadi dua:
1.      I’tiqadiyah               
Merupakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i’tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya, juga beri’tiqad terhadap rukun iman lainnya. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama).
2.      Amaliyah
Merupakan segala yang berhubungan dengan tata cara amal. Contohnya adalah shalat, puasa, zakat, dll. Bagian ini disebut dengan far’iyah (cabang agama), karena dibangun di atas i’tiqadiyah. Nah, benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i’tiqadiyah.
ü  Aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama dan merupakan syarat sahnya amal. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam QS Al Kahfi: 110, “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.
ü  Perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dalam hal pertama yang didakwahkan para Rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS An Nahl: 36, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu’,...”.
ü  Para da’i dan pelurus agama dalam setiap masa yang telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama yang lain.
ü  Aqidah adalah taufiqiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itu, sumbernya hanya pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
ü  Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang hak Allah mereka mengimaninya, meyakininya, dan mengamalkannya. Sedangkan apa yang tidak ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah mereka menolak dan menafikannya dari Allah.
ü  Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di Neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab: “Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para sahabatku.” (HR Ahmad)
ü  Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus diketahui:
1.      Kebodohan terhadap aqidah shahihah.
2.   Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyang, sekalipun hal itu bathil dan mencampakkan apa yang menyalahinya sekalipun hal itu benar.
3.     Taqlid buta.
4.    Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang shalih dan mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya.
5.    Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam Kitab-Nya (ayat-ayat Qur’aniyah)
ü  Cara menanggulangi penyimpangan itu:
1.  Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengambil aqidah shahihah.
2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf di berbagai jenjang pendidikan.
3.    Harus ditetapakn kitab-kitab salaf yang bersih materi pelajarannya.
4. Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah bathil.



Maroji :
Kitab Tauhid jilid 1 - Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan