Kamis, 14 Juni 2012

Cara Makan Menurut Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

Langsung aja, berikut ini adalah di antara adab-adab makan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

  1. Mulailah dengan bismillah, hal yang sebenarnya ringan, tapi sering dilalaikan. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang kalian makan suatu makanan, maka hendaklah dia mengucapkan 'Bismillah' (Dengan nama Allah), dan bila dia lupa di awalnya hendaklah dia mengucapkan 'Bismillah fii awwalihi wa akhirihi' (Dengan nama Allah di awal dan di akhirnya)." (HR. Tirmidzi)
  2. Makan menggunakan tangan kanan.
  3. Makan dimulai dari pinggir wadahnya terlebih dahulu. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajarkan bahwa ternyata barakah dari makanan yang kita makan itu ada di tengahnya. "Jika makanan diletakkan, maka mulailah dari pinggirnya dan jauhi (memulai) dari tengahnya, karena sesunguhnya barakah itu turun di tengah-tengah makanan." (HR. Ibnu Majah)
  4. Duduk saat makan.
  5. Makan dengan 3 jari tangan.
  6. Menjilati sisa makanan yang masih menempel pada jari dan bejana (tempat makan). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian makan, maka janganlah dia mengusap tangannya sampai dia menjilatnya atau memberikan kepada orang lain untuk menjilatnya, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui tempat terletaknya barakah." (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam itu kalau makan dengan ketiga jari; ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Setelah selesai beliau menjilat ketiga jari beliau sebelum beliau mengelapnya. Beliau memulai dengan jari tengahnya kemudian jari telunjuk lalu ibu jari.
  7. Jangan makan sambil bersandar, karena hal ini menunjukkan sikap malas dan terasa kurang nikmat. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku tidak suka makan sambil bersandar." (HR. Bukhari)
  8. Mengambil makanan yang terjatuh. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila terjatuh makanan salah seorang dari kalian, maka ambillah lalu bersihkan kotoran yang ada padanya kemudian makanlah, dan janganlah membiarkannya bagi syaithon." (HR. Muslim)
  9. Tidak boleh mencela makanan, bahkan dianjurkan untuk memujinya. Suatu ketika, Rasulullah Shallallaahu 'alahi wa Sallam pernah minta lauk kepada istri-istrinya, lalu mereka menjawab, "Kami hanya punya cuka." Kemudian Nabi memintanya lalu beliau makan seraya bersabda: "Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka." (HR. Muslim).
  10. Tidak bernafas di bejana atau meniup makanan. Dari Shahabat Ibnu 'Abbas radhiallaahu 'anhuma: "Bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah melarang bernafas di dalam bejana atau melarang untuk meniup padanya." (HR. Tirmidzi)
  11. Berdo'a sesudah makan. Do'a sesudah makan adalah sebagai berikut:
اَلحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ [مَكْفِيٍّ وَلاَ] مُوَدًّعٍ، وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا

"Segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak, baik, dan penuh berkah di dalamnya, yang tak akan pernah habis dan tak akan ditinggalkan, serta senantiasa dibutuhkan, wahai Rabb kami."


Wallaahu a'lam bishowab


Sumber: Majalah 'Izzudin (SMA Negeri 1 Surakarta), Edisi 62 Rabi'uts Tsani 1429 H/April 2008 M

Kamis, 07 Juni 2012

Keutamaan Bersedekah


Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : 
Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun dua malaikat. Lalu salah satunya berkata, “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya lagi berkata, “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil).” (HR. Al-Bukhari no. 1442 dan Muslim no.1016)

Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
Barangsiapa yang bersedekah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal) -dan memang Allah tidak menerima kecuali yang baik saja-, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu akan memeliharanya untuk pemiliknya -sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya- hingga membesar seperti gunung." (HR. Al-Bukhari no. 1410 dan Muslim no. 1014)

Abdullah bin Mas’ud radhiallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidak boleh hasad kecuali pada dua hal: (Pertama) kepada seorang yang dikaruniakan Allah harta kekayaan, lalu ia membelanjakannya dalam kebenaran. (Dan yang kedua) kepada seorang laki-laki yang diberi Allah hikmah (ilmu), hingga ia memberi keputusan dengannya dan juga mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)
Hasad di sini bermakna cemburu dalam kebaikan. Yakni keinginan untuk mendapatkan keutamaan yang sama seperti saudaranya tanpa menghendaki hilangnya keutamaan tersebut dari saudaranya.

Di antara kebaikan yang Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam anjurkan adalah bersedekah. Karena selain sedekah ini bermanfaat bagi dirinya sendiri, sedekah juga sangat bermanfaat bagi saudaranya yang lain dalam meringankan beban mereka, dan sedekah ini juga bisa menjadi amal jariah bagi pemiliknya. Karenanya Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan banyaknya keutamaan yang akan diperoleh oleh orang yang bersedekah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwa sedekah yang dikeluarkan oleh seorang muslim -walaupun lahiriahnya hartanya berkurang-, akan tetapi hakikatnya hartanya tidaklah berkurang bahkan justru bertambah. Hal ini karena di satu sisi para malaikat akan mendoakan untuknya agar hartanya bertambah, dan di sisi lain harta dia sebenarnya adalah apa yang dia miliki di akhirat, dan itu adalah harta yang telah dia sedekahkan. Karenanya semakin banyak dia mengurangi hartanya di dunia untuk bersedekah, maka semakin besar harta dia di akhirat. Bahkan dengan kemurahan dari Allah Ta’ala, Allah sendiri yang akan menerima sedekah seorang muslim dengan tangan kanan-Nya lalu Dia mengembangkannya hingga sebesar gunung, sampai pada hari kiamat Dia akan menyerahkannya kembali kepada pemiliknya. Subhanallah...

Bersedekah
Semua keutamaan di atas tentunya hanya berlaku jika yang disedekahkan oleh seorang muslim adalah harta yang halal, baik dari sisi zatnya maupun dari sisi cara memperolehnya. Dan memang Allah Ta’ala tidak akan menerima sedekah dari sesuatu yang haram, baik haram zatnya maupun haram dari sisi cara memperolehnya.

Allah Subhaanahu wa ta'ala berfirman yang artinya:
Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan, maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba`: 39)

Dari Abdullah bin Asy-Syikhkhir radhiallaahu 'anhu dia berkata: Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tengah membaca ayat, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian.” (QS. At-Takatsur: 1). Lalu beliau bersabda:
“Anak Adam berkata, “Hartaku, hartaku’.” Beliau meneruskan, “Apakah kamu wahai anak Adam mempunyai harta kecuali: Apa yang telah engkau makan dan itupun telah engkau habiskan,  atau apa yang telah engkau kenakan dan itupun telah engkau usangkan, atau apa yang telah engkau sedekahkan dan itupun telah engkau lakukan.” (HR. Muslim no. 2958)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
“Saat seseorang berada di suatu padang pasir, ia mendengar suara di awan, “Siramilah kebun si fulan!” Lalu awan itu bergerak lalu menuangkan air dalam cuaca yang panas, dan ternyata di situ ada kebun yang telah menampung semua air yang turun tersebut. Dan ternyata di kebun itu ada seseorang yang tengah mengurus air dengan sekopnya. Dia bertanya kepada orang itu, “Wahai hamba Allah, siapa namamu?” Ia menjawab, “Fulan,” sama seperti nama yang ia dengar dari awan. Ia balik bertanya, “Hai hamba Allah, kenapa kau tanyakan namaku?” Ia menjawab, “Aku tadi mendengar suara dari awan di mana inilah airnya. Suara itu berkata, “Siramilah kebun si fulan, dengan namamu yang disebut. Apa yang kau lakukan pada kebunmu?” Ia menjawab, “Karena kau mengatakan seperti itu, maka sebenarnya aku melihat yang keluar darinya (hasil kebunnya), lalu aku sedekahkan sepertiganya, aku makan sepertiganya bersama keluargaku, dan aku kembalikan sepertiganya ke kebun.” (HR. Muslim no. 1984)

Ayat dalam surah Saba` di atas memperkuat semua keterangan yang tadi. Sedekah itu sebenarnya tidak akan mengurangi harta karena di antara sebabnya adalah bahwa Allah akan mengganti harta yang dia sedekahkan. Dan harus diingat bahwa karena keutamaan dari Allah Ta’ala, Allah tidak pernah membalas suatu kebaikan dengan kebaikan yang sama, akan tetapi pasti Allah Ta’ala akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Terkadang balasan kebaikan itu dia peroleh di akhirat, yaitu berupa perbendaharaan amalan yang sangat dia butuhkan ketika itu. Dan terkadang dia mendapatkan balasan kebaikan itu di dunia dengan dia diberikan rezeki yang berberkah, baik dari langit maupun dari bumi.

Jadi, marilah kita bersedekah….


Wallaahu a'lam bishowab

Berbakti kepada Kedua Orang Tua


Segala puji hanyalah untuk Allah Subhaanahu wa ta'ala yang memiliki kesempurnaan pada seluruh nama dan sifat-Nya. Kita memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya serta memohon ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya atas kesalahan diri-diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya serta kepada seluruh kaum muslimin yang benar-benar mengikuti petunjuknya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Para pembaca yang dirahmati oleh Allah Subhaanahu wa ta'ala. Ketahuilah bahwa kewajiban yang paling besar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada Allah dan Rasul-Nya adalah hak pada orang tua. Sebagaimana firman Allah yang artinya :
Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orangtua.” (An-Nisa’: 36)

Di dalam ayat lainnya, Allah berfirman:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (Al-Ahqaf ayat 15)

Semakna dengan ayat tersebut Allah Subhaanahu wa ta'ala berfirman:
Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (Luqman: 14)

Pada kedua ayat di atas surat Al-Ahqaf ayat 15 dan Luqman ayat 14, Allah Subhaanahu wa ta'ala telah menjelaskan pada kita, betapa besarnya pengorbanan orang tua pada kita semua, terutama ibu pada anaknya. Jadi, sudah semestinya sebagai anak yang baik, sebagai manusia yang baik, sebagai manusia yang masih memiliki hati nurani, kita haruslah berbakti pada orang tua kita. Karena orang yang berakal dan beriman tidak akan melupakan kebaikan orang lain terhadapnya apalagi membalas kebaikannya dengan menyakitinya. Maka apakah layak bagi seorang anak untuk melupakan pengorbanan besar orang tuanya sehingga tidak berbuat baik padanya? Mari kita renungkan ini. Dan lebih tidak pantas lagi, bagi seorang anak untuk menyakiti orang tuanya yang telah terus-menerus berbuat kebaikan padanya dengan pengorbanan yang amat besar bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya hanya untuk memperjuangkan kehidupan kita. Sungguh..., sungguh mulia kedudukan orang tua dalam Islam. Maka janganlah kita menyakitinya, walaupun sekecil apapun.

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam pun juga menjelaskan betapa besarnya keutamaan berbakti pada orang tua. Bahkan lebih besar dari jihad di jalan Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari sahabat Abdullah ibnu Mas’udz, beliau berkata: Aku bertanya kepada Nabi , “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah ?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Nabi menjawab, “Berbakti kepada orangtua.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).



Para pembaca yang semoga dirahmati Allah...
Kewajiban berbuat baik kepada orangtua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orang tua. Bahkan Allah Subhaanahu wa ta'ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orang tuanya meskipun seandainya keduanya dalam keadaan kafir sekalipun. Sebagaimana dalam berfirman-Nya:
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)

Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik kepada orangtua tidaklah gugur karena keduanya dalam keadaan kafir serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa kemungkaran tetap tidak boleh ditaati. Seperti orang tua kita mengajak kita untuk menyembah kuburan dan sebagainya.

Wahai Saudaraku.....
Berbuat baik kepada orangtua sangat banyak caranya dan sangat luas cakupannya. Bisa dilakukan dengan ucapan, perbuatan, maupun dengan harta. Berbuat baik dengan ucapan seperti bertutur kata yang baik, menggunakan bahasa yang sopan, malah kalau bisa menggunakan basa krama alus. Berbuat baik dengan perbuatan, contohnya dengan membantu pekerjaan orang tua, membersihkan rumah dan lain-lain. Adapun membantu dengan harta adalah membantu mencukupi kebutuhannya, membantu membayar hutangnya dan lain sebagainya.

Berbuat baik kepada orangtua juga tidaklah terbatas pada saat keduanya masih hidup. Bahkan di saat keduanya sudah meninggal dunia pun, berbuat baik kepadanya masih bisa dilakukan. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz , salah seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia mengatakan: “Disyariatkan berdoa kepada Allah untuk yang telah meninggal dunia, begitu pula bersedekah atas namanya dengan berbuat baik berupa memberikan bantuan kepada fakir miskin, (yaitu) seseorang mendekatkan diri kepada Allah  dengan perbuatan tersebut dan kemudian berdoa kepada Allah  agar menjadikan pahala dari sedekah tersebut untuk ayah dan ibunya atau selain keduanya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Hal ini karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): ‘Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa untuknya.’

Disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan beliau belum sempat berwasiat namun aku yakin kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah, apakah beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?” Nabi menjawab, “Benar.” (H.R Bukhari dan Muslim/Muttafaqun ‘alaih). Begitu pula (akan bermanfaat untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas nama si mayit, demikian pula ibadah umrah, serta membayarkan utang-utangnya. Semua itu akan bermanfaat untuk yang meninggal sebagaimana telah datang dalil-dalil yang syar’i menunjukkan hal tersebut.”.

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah....
Marilah, kita tunaikan kewajiban kita atas orang tua kita. Marilah kita ingat betapa mulianya amalan ini di sisi Allah serta betapa besar pengorbanan kedua orang tua kita. Mereka merawat kita, mengorbankan hartanya untuk kita, mau mengajari kita merangkak, berdiri, berjalan, hingga sekarang kita bisa berlari mengejar cita-cita kita masing-masing. Mereka tidak pernah makan sebelum kita kenyang, mereka belum bisa tidur bila kita masih merengek, menangis dan belum bisa tidur, mereka berusaha memenuhi segala yang kita butuhkan, mereka selalu menginginkan hidup kita bahagia, bahkan mereka akan rela memberikan nyawa mereka sebagai taruhannya untuk menyelamatkan kita, yang entah apakah bisa berbakti pada mereka atau malah akan menyakiti mereka.

Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada di dunia ini yang mencintaimu melebihi cintanya orang tuamu padamu. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya selamat dunia akhirat. Maaf, walaupun orang tuanya adalah seorang pencuri, penjahat, dan sebagainya, tetap saja mereka menginginkan kita menjadi orang yang baik. Jadi, yuk mari kita menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tua. Mari kita gunakan kesempatan yang Allah berikan pada kita sebaik mungkin. Mudah-mudahan, Allah Subhaanahu wa ta'ala memberikan kemudahan untuk senantiasa ikhlas dalam menjalankannya. Aamiin...


Wallaahu a'lam bishowab