Rabu, 10 Juli 2013

Nikmat Ukhuwah

     Perang Yarmuk berkecamuk dahsyat. Ikrimah terluka sangat parah saat itu. Darah mengalir deras, tergeletak di bawah terik matahari yang sangat panas. Haus yang sangat luar biasa, badan lemas tak berdaya. Ditawarkanlah air minum kepadanya oleh sebagian pasukan kaum muslimin. Tetapi ia menolak bukan karena tidak butuh, tetapi ia melihat ada saudaranya yang juga terluka. Ia pun menyuruh untuk memberikan air minum kepada saudaranya yang nampak sangat kehausan.
     Dibawalah air minum tersebut kepada orang kedua. Orang ini pun menolak. Bukan karena tidak butuh pula, bahkan seolah-olah tenggorokan terasa hampa. Tetapi, demi melihat saudaranya orang ketiga yang juga terluka yang ia rasa lebih membutuhkan, ia pun menyuruh untuk mendahulukan orang yang ketiga ini. Subhanallah, orang yang ketiga inipun menolak dengan alasan yang sama. Ia melihat Ikrimah lebih membutuhkan air minum yang sangat terbatas itu.
     Dibawalah air minum itu kepada Ikrimah, orang pertama yag ditawari. Namun terlambat, Ikrimah telah tiada, menghadap Rabbnya, Allah Subhanahu wa ta’ala. Orang ini bergegas segera kepada orang kedua. Ia pun telah menutup mata untuk selama-lamanya, syahid di medan laga. Didatangilah orang ketiga, ia pun telah menyusul dua sahabatnya. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala meridhai mereka semua.
     Pembaca, semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menjaga kita semua, kisah di atas adalah sekelumit gambaran persaudaraan para shahabat yang sangat indah. Mereka rela memberikan apa yang ia butuhkan untuk saudaranya seiman. Kisah-kisah antara Muhajirin dan Anshar pun merupakan fakta bahwa cinta kepada saudara telah menjadikan mereka seolah tidak butuh terhadap dunia. Memberikan apa yang mereka punya tanpa ada rasa berat dan berlapang dada. Oleh sebab itulah Allah Subhanahu wa ta’ala memuji kuatnya persaudaraan mereka ini dari atas langit yang ketujuh. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٩)
     “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekali pun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dijauhkan dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [QS. Al-Hasyr: 9]
     Para pembaca yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa ta’ala...
   Islam adalah agama persaudaraan, agama kasih sayang. Islam sangat menjunjung tinggi ukhuwah dan persatuan. Bahkan dalam satu ayat secara khusus, Allah Subhanahu wa ta’ala menegaskan nikmat Ukhuwah Islamiyah ini, setelah perintah untuk bertaqwa dengan sebenar-benarnya serta berpegang dengan tali Allah Subhanahu wa ta’ala. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (١٠٢)وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا  ...(١٠٣)
     “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (pada masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, lalu Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara. Dan kalian dahulu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya.” [QS. Ali Imran: 102-103]
     Allah Subhanahu wa ta’ala-lah yang menggerakkan hati untuk saling memahami, menerima, kemudian mencintai saudara seiman. Allah Subhanahu wa ta’ala-lah yang meringankan anggota badan untuk membantu, berbagi, dan mencurahkan empati. Maka terwujudlah kemaslahatan bersama di dunia dan akhirat dari ukhuwah yang erat. Tanpa Ukhuwah Islamiyah –setelah kehendak Allah Subhanahu wa ta’ala tentunya- tidak akan mungkin ada Muhajirin dan Anshar, kisah ‘Ikrimah radhiyallahu ‘anhu’, hilang pula saling nasehat, tolong-menolong dan gotong-royong dalam ketaqwaan, tidak ada saling mengunjungi, tidak ada pula salam, ucapan doa ‘Barakallahufik’ (semoga Allah Subhanahu wa ta’ala melimpahkan barakah kepadamu), ‘uhibbuka fillah’ (aku mencintaimu karena Allah), dan sebagainya.
    Pembaca yang berbahagia, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ 
     “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” [QS. Al-Hujurat: 10]. Yakni, saudara yang ia inginkan segala kebaikan untuknya, sebagaimana ia ingin kebaikan tersebut untuk dirinya. Saudara yang ia benci segala kejelekan  menimpanya, sebagaimana ia benci kejelekan tersebut menimpa dirinya. Dengan ukhuwah islamiyah inilah, ketika kita dalam kesusahan dan kesempitan, saudara kita ikut merasakan apa yang kita derita, membantu dengan apa yang mereka punya. Ketika kita tidak bersemangat, banyak lalai, mereka akan mengingatkan dan mendorong kita untuk kembali beramal dan berkarya, ketika kita terkena musibah, mereka akan menghibur. Dengan ukhuwah islamiyah, kita akan saling berlapang dada ketika menghadapi sengketa, saling memaafkan terhadap kesalahan yang ada, selalu berusaha menghilangkan hasad dan buruk sangka. Masya Allah, begitu indahnya persaudaraan dalam Islam.
     Semakin kuat ukhuwah islamiyah, akan semakin tegak pilar-pilar agama. Shalat berjamaah, zakat fitrah, haji, sedekah, jihad, dan hampir semua bagian agama ini tidak bisa terwujud tanpa ukhuwah. Ya, tidak akan tegak shalat berjamaah ketika sesama kaum muslimin saling bermusuhan, tidak akan ada pula shalat jenazah, sedekah, dan yang lainnya.
     Bukankah daulah islamiyah, pemerintah muslim, sebagai konsentrasi pengaturan maslahat dunia dan akhirat bagi kaum muslimin secara umum, terbentuk dengan jalinan ukhuwah islamiyah? Maka ukhuwah islamiyah adalah nikmat yang sangat besar bagi manusia. Nikmat yang tidak saja Allah Subhanahu wa ta’ala perintahkan untuk mewujudkannya, bahkan Allah Subhanahu wa ta’ala tekankan. Banyaknya perintah untuk merajut ukhuwah, dan sebaliknya, tidak sedikitnya larangan dari perpecahan cukuplah sebagai bukti betapa tingginya kedudukan ukhuwah islamiyah dalam agama kita. Jadi, sekali lagi, persaudaraan yang terbangun di atas agama ini adalah nikmat yang tak ternilai dengan dunia seisinya.
Allahu a’lam.

Maroji’: Majalah Tashfiyah edisi 10 vol.01 1432H-2011M