Kamis, 24 Januari 2013

Adab Makmum dalam Shalat Berjama'ah


Alhamdulillah... Segala puji bagi Allah subhananu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan ni’mat kepada kita sehingga kita sampai saat ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta pada keluarganya, para shahabat-shahabatnya, dan para pengikutnya yang selalu setia berada di jalannya hingga yaumul akhir.
Para Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala...
Artikel kemarin sudah membahas tentang Persiapan yang dilakukan sebelum shalat. Mungkin para pembaca masih ingat apa saja yang harus dipersiapkan sebelum shalat?? Nah, pada artikel kali ini, kami hanya ingin membahas suatu materi yang hal ini cukup Penting bagi kita sebagai seorang muslim yang akan melakukan ibadah Shalat. Yaitu Adab Makmum dalam Shalat Berjamaah.
Ø  Tidak boleh berjalan tergesa-gesa ke masjid untuk mengejar Imam
Di antara kesalahan paling nyata dan sering dilakukan orang yang melakukan shalat adalah berjalan tergesa-gesa menuju masjid, khususnya setelah iqomat dikumandangkan dengan tujuan agar mendapatkan ruku’nya imam sehingga tidak ketinggalan satu roka’at pun dalam shalat jama’ahnya. Ketahuilah, bahwa hal ini merupakan suatu kesalahan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika kalian mendengar iqamat (dalam riwayat Bukhari: jika kalian datang untuk shalat) maka berjalanlah untuk shalat. Dan hendaklah kalian dalam keadaan tenang dan khusyu’, janganlah tergesa-gesa. Apa yang kalian dapati (dari posisi imam) maka shalatlah. Dan apa yang tertinggal maka sempurnakanlah. ” [HR Bukhari]
Hadits ini menunjukkan larangan tergesa-gesa datang ke masjid untuk menyusul shalat berjama’ah baik sebelum iqomat maupun sesudah iqomat. Hal ini dapat mengurangi kekhusyu’an dalam shalat.
Ø  Tidak ada shalat setelah iqomat, kecuali shalat wajib
Apabila iqomat telah dikumandangkan dan shalat berjama’ah telah didirikan, maka tidak ada shalat yang boleh dikerjakan selain shalat fardhu. Apabila seseorang sedang melakukan shalat sunnah kemudian iqomat dikumandangkan, maka ia harus bangkit dan menghentikan shalat sunnahnya dan kemudian mengikuti imam.
Hikmah dari permasalahan ini adalah agar dapat memfokuskan diri untuk shalat fardhu sejak awal. Karena menjaga kesempurnaan shalat fardhu lebih utama daripada menyibukkan diri dengan shalat sunnah.
Ø  Posisi imam dan makmum dalam shalat berjama’ah
·         Jika terdiri dari dua orang laki-laki (satu imam dan satu makmum) maka posisi makmum berada di sebelah kanan imam dan sejajar dengan imam, tidak maju dan tidak pula mundur sedikit ke belakang.
·         Jika terdiri dari 3 orang laki-laki atau lebih maka makmum membuat shaf (barisan) di belakang imam.
·         Apabila terdiri dari 1 laki-laki (sebagai imam) dan satu wanita (sebagai makmum), maka posisi makmum wanita berada di belakang imam laki-laki.
·         Apabila semuanya perempuan, maka posisi imam perempuan berada di tengah shaf sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwasanya ia pernah menjadi imam kaum wanita dan ‘Aisyah berdiri di tengah mereka.
·         Bila ada makmum anak-anak, maka posisi anak-anak berada di belakang shaf kaum laki-laki dewasa.
·         Jika mendapatkan shaf telah penuh, maka usahakan untuk bisa masuk ke dalam shaf*. Kalau tidak bisa, maka shalatlah di belakang shaf sendirian denga tetap berjama’ah bersama imam dan shalatnya sah; karena Allah tidak membebani seseorang, kecuali jika ia mampu. Sebagian orang ada yang datang terlambat dalam shalat berjama’ah dan mendapati shaf telah penuh, lalu ia menarik seseorang di shaf depannya untuk menemaninya shalat di belakang shaf-shaf yang telah ada. Maka ketahuilah bahwasanya ini ada sebuah kesalahan! Karena tidak ada hadits shahih yang meriwayatkan tentang ini.
Ø  Berada di shaf terdepan
Hal ini ditegaskan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : “Jika manusia mengetahui (pahala) yang akan diperolehnya pada adzan dan shaf terdepan, kemudian mereka tidak dapat memperolehnya kecuali dengan mengundi, niscaya mereka akan melakukannya dengan cara mengundi.” [HR Bukhari dan Muslim]
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sebaik-baik shaf laki-laki ialah yang terdepan dan yang terburuk (ialah) yang paling belakang. Dan sebaik-baik shaf perempuan ialah yang paling belakang dan yang terburuk (ialah) yang terdepan.” [HR Muslim]
Yang dimaksud dengan shaf terburuk bagi laki-laki dan perempuan yaitu yang paling sedikit pahala, keutamaan, dan paling jauh dari kehendak syariat. Adapun shaf yang terbaik yaitu yang sebaliknya.
Ø  Merapatkan dan meluruskan shaf
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada orang-orang yang shalat berjamaah unutk meluruskan shaf, sehingga arah menghadap mereka ke qiblat menjadi sama, dan agar mereka menutupi celah sehingga setan tidak mempunyai cara untuk mengacaukan shalat mereka. Dan meluruskan termasuk kesempurnaan shalat.
Hal ini tidak boleh diremehkan bagi setiap muslim. Mengapa? Karena ancamannya pun tidak sembarangan, yakni ancaman bagi yang tidak meluruskan shaf. Dijelaskan di dalam hadits dari shahabat Abu Abdillah An-Nu’man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Benar-benar kalian luruskan shaf-shaf kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Allah akan memalingkan antar wajah-wajah kalian (menjadikan wajah-wajah kalia berselisih).” [HR Bukhari dan Muslim]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai perhatian yang besar terhadap upaya meluruskan shaf, hingga beliau mengatur lurusnya shaf itu denga tangan beliau yang mulia. Hal ini menunjukkan bahwa mengatur shaf makmum agar lurus dan rapat merupakan tugas imam.
Cara meluruskan shaf : Yakni dengan cara menempelkan bahu (pundak) seseorang dengan bahu (pundak) saudaranya dan menempelkan mata kakinya dengan mata kaki saudaranya.
Ø  Makmum wajib mengikuti imam
Imam dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda : “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka jangalah menyelisihinya. Apabila ia ruku’ maka ruku’-lah. Dan apabila ia mengatakan ‘sami ‘allahu liman hamidah’ maka katakanlah ‘Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk maka shalatlah dengan duduk semuanya.” [Muttafaqun ‘alahi]

Demikianlah apa yang kami sampaikan. Semoga sajian ini bisa memberikan manfaat dan marilah kita semua terus menuntut ilmu dien agar dapat meraih kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Barakallahu fiykum. Wallahu a’lam bishshowab.

Maroji' :
Majalah As-Sunnah ed 08/VII/1424 H/2003 M
Majalah As-Sunnah ed 06/X/1427 H/2006 M
Al-Wajiz, Syaikh Abdul 'Azhim ibn Badawi Al-Khalafi, Pustaka As-Sunnah
Syarah Hadits pilihan Bukhari-Muslim, Syaikh Abdullah ibn Abdurrahman Ali Bassam. Darul falah
Koreksi Total Ritual Shalat, Syaikh Masyur ibn Hasan. Pustaka Azzam
44 Kesalahan Dalam Shalat. Syaikh Muhammad Bayumi. Pustaka Al-Kautsar
Majalah Ar-Risalah No. 47 Tahun V Rabi'ul Awal-Rabi'ul Akhir 1426-1427 H/Mei 2005 M
Majalah 'Izzuddin SMA Negeri 1 Surakarta ed 70/2009 M

Minggu, 13 Januari 2013

Persiapan Shalat

Segala Puji hanya bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala, Rabb semesta alam, Rabb yang telah memberi buannyyyaaaak..... sekali..... kenikmatan kepada kita, kita menyembah dan memuji hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Sholawat serta salam, semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, nabi yang telah mewasiatkan kepada umatnya akan dua perkara, yang apabila kita berpegang teguh terhadap dua perkara tersebut, maka kita tidak akan tersesat selamanya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Para Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala...
Kita semua tahu bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’ala menciptakan kita sebagai manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzariyat: 56). Tuhan kita adalah Allah, satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Tuhan yang menguasai dan mengatur seluruh alam semesta di jagad raya nan luas ini. Dia-lah yang meridhoi agama Islam sebagai agama yang sah dan lurus bagi kita. “... Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu, ...” (QS Al Maidah: 3). Dia-lah Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui segala hal yang tampak maupun ghaib, Maha Memberikan Ampunan bagi siapa saja yang ingin mendapat ampunan dari-Nya, Maha Mengetahui apa yang kita lakukan sampai detik ini walaupun kita bersembunyi di dalam suatu ruangan sempit, berdebu, dan tidak ada satupun yang mengetahuinya kecuali hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan juga, kita mengetahui bahwa Rasul kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, adalah nabi yang menjadi saksi bagi umatnya. Beliau adalah nabi yang menyampaikan kabar gembira bagi kaum mukminin serta memberi peringatan kepada orang yang dzalim. Beliau melindungi kaumnya dari segala bentuk kesyirikan. Beliau adalah nabi dan rasul yang mengajarkan tentang ke-tauhid-an, ajaran yang disampaikan juga oleh nabi-nabi yang terdahulu, mulai dari nabi yang pertama hingga nabi akhir zaman. Beliau rela dicaci-maki, diludah, dan dilempari batu, namun beliau menanggapi hal-hal tersebut dengan tersenyum, bahkan beliau mendo’akan mereka agar mereka diberi petunjuk nantinya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Subhanallah.......
Dari hal-hal tersebut, sudah selayaknya kita beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh-Nya. Juga dalam beribadah, kita harus sesuai dengan apa saja yang dicontohkan oleh Nabi kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, janganlah kita menambahi ataupun kita mengurangi segala hal yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, karena kita ingat bahwa agama Islam telah sempurna (QS Al Maidah: 3), dan risalah yang disampaikan oleh beliau merupakan risalah yang sempurna, tidak perlu ditambah atau bahkan dikurangi seenaknya menurut hawa nafsu kita sendiri. Dan bila kita tidak ingin tersesat, maka berpegang teguhlah kepada dua perkara yang sudah diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebelum beliau wafat, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah....
Para Pembaca yang budiman........
Seperti hal nya dalam beribadah, shalat merupakan suatu ibadah yang dilaksanakan oleh umat Islam yang hal itu merupakan suatu kewajiban bagi kita selaku umat Islam. Dalam shalat itu juga harus sesuai dengan apa yang dicontohkan dan dipraktekkan sendiri oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR Bukhari).
Kita ingat bahwa yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya, apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan merugi. (HR An-Nasaa'i dan Tirmidzi). Dan juga kita ingat bahwa shalat merupakan amal perbuatan yang paling afdhol, seperti yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Mas'ud Radhiyallahu ‘anhu, “Aku bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling afdhol?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah.” (HR Bukhari)
Wahai Para Pembaca......
Pada artikel berikut ini, kami akan paparkan beberapa Persiapan yang harus dilakukan sebelum shalat.
Yang jelas, bersuci itu merupakan salah satu hal yang dilakukan dahulu sebelum melakukan shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (artinya), “Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci.” (HR Muslim). Dan bersuci untuk shalat ada dua, yaitu bersuci dengan air dengan wudhu dan mandi dan bersuci dengan debu (tayammum).
Nah, berikut akan kami paparkan tata caranya:
1.      Membaca “Bismillah” (HR Abu Dawud, Shahih Ibnu Majah)
2.      Mencuci kedua telapak tangan sebanyak 3 X (HR Bukhari dan Muslim)
3.   Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu cidukan tangan kanan sebanyak 3 X kemudian mengeluarkannya (HR Bukhari dan Muslim)
4.      Mencuci wajah 3 X (HR Bukhari dan Muslim)
5.      Mencuci tangan kanan sampai siku 3 X kemudian tangan kiri sampai siku 3 X (HR Bukhari dan Muslim)
6.      Mengusap kepala yaitu mengambil air ke telapak tangan lalu membuangnya lalu mengusap kepala dari batas ujung tumbuhnya rambut bagian depan sampai tengkup dan dikembalikan ke depan lagi, kemudian langsung mengusap telinga yaitu dengan memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga dan mengusap bagian luar telinga dengan ibu jari (HR Bukhari dan Muslim)
7.      Mencuci kaki kanan sampai mata kaki 3 X kemudian kaki kiri sampai mata kaki 3 X (HR Bukhari dan Muslim)
8.      Kemudian disunnahkan membaca do’a: “Aku bersaksi tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu baginya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Namun, ternyata ada beberapa hal yang dapat membatalkan wudhu. Pembatal wudhu itu antara lain (Al Wajiz fi Fiqhi As Sunnah wa Al Kitabi Al ‘Aziz hal. 36-37):
1.      Apa-apa yang keluar dari kemaluan depan dan belakang berupa kotoran atau angin.
2.      Tidur nyenyak.
3.      Hilangnya akal karena mabuk atau sakit.
4.      Menyentuh kemaluan tanpa penghalang dengan dibarengi syahwat.
5.      Makan daging unta.
Bila suatu ketika kita tidak dapat menemukan air, maka kita bisa bersuci dengan debu, atau disebut juga tayammum. Tayammum dibolehkan jika tidak mampu menggunakan air, baik karena tidak ada air atau sakit, atau jika menggunakan air akan bertambah sakit. Demikian pula jika junub, namun tidak mampu menggunakan air maka ia bertayammum tanpa berwudhu (Al Wajiz, hal. 49)
Dan juga dalam QS Al Maidah ayat 6, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Wahai Para Pembaca, berkata Abu Ishaq bahwa tentang Ash-Sha’id (dalam ayat di atas) adalah muka bumi, dan Ash-Sha’id tidak harus tanah, akan tetapi muka bumi baik berupa tanah atau bukan, misalnya di gurun/padang pasir. Boleh pula bertayammum dengan menggunakan debu yang ada di dinding, baik dari tanah atau batu, dengan cat atau tidak. (Al Wajiz hal 50).
Berikut tata caranya tayammum (Al Wajiz hal 50):
1.      Memukulkan kedua telapak tangan ke muka bumi (satu kali) (HR Bukhari-Muslim)
2.      Meniupnya dan mengusapkan ke wajah lalu ke kedua punggung tangan dan kedua telapak tangan (HR Bukhari-Muslim)
Nah, yang membatalkan tayammum itu sama dengan pembatal wudhu, dan juga ditambah dengan menemukan air atau kembali bisa menggunakan air (Al Wajiz hal 50)
Para Pembaca yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala...
Setelah berwudhu, yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam selanjutnya adalah shalat dengan menghadapnya ke arah kiblat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (artinya): “Jika engkau hendak berdiri untuk shalat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke kiblat lalu bertakbirlah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan shalat dengan berdiri. Hal ini sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS Al Baqarah: 238Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” Bila kita tidak sanggup berdiri atau sakit, maka diperbolehkan shalat dengan duduk (HR Bukhari, Abu Dawud, Ahmad). Bila imam shalat dengan duduk karena sakit maka makmum wajib shalat dengan duduk walaupun mereka bisa berdiri (HR Bukhari-Muslim).
Wahai Para Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala......
Sutrah (pembatas) merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seseorang dalam shalat. Hal ini sebagai pembatas seseorang dalam melakukan shalat, dan juga sebagai tanda agar orang lain tidak melewati seseorang yang sedang shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (artinya): “Janganlah kalian shalat kecuali dengan menghadap sutrah.” (HR Ibnu Khuzaimah denga sanad Jayyid, Hadits yang semakna juga terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim). Sutrah itu bisa berupa dinding, punggung orang, tiang, tas, atau apapun yang mempunyai tinggi (minimal) satu hasta (Al Masjid fi Al Islam: 78).
Wahai Para Pembaca...., berjalan di depan orang shalat di antara dia dan sutrah (pembatas)nya adalah perbuatan haram, karena mengganggu dan mengacaukan konsentrasinya dalam bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Perbuatan ini dilarang dengan keras dan pelakunya mendapatkan ancaman yang sangat berat, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang menjelaskan bahwa berdiri selama empat puluh (hari atau bulan, atau tahun, perawi tidak tahu persis) adalah lebih baik daripada lewat di hadapan orang yang sedang shalat.
Oleh karena itu dibolehkan bagi yang sedang shalat untuk mencegah orang yang akan melewatinya, jika sekiranya masih ada jalan lain yang memungkinkan untuk dilewati. Karena dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian shalat menghadap sutrah (yang menghalangi) orang (untuk lewat), lalu ada seseorang yag mau melewatinya maka tahanlah dia. Apabila menolak maka lawanlah dia karena dia adalah setan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Para Pembaca, untuk persiapan shalat selanjutnya adalah kita harus mengawalinya dengan niat. "Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung niatnya." (HR Bukhari-Muslim). Namun, dalam Niat tersebut, kita tidak boleh melafadzkan niat tersebut. Hal ini karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak melakukan hal tersebut. Nah, sesuai dalam kitab Raudhatu Ath Thalibin Imam Nawawi mengatakan: "Niat itu artinya maksud, yaitu orang yang shalat dalam hatinya mempunyai maksud melakukannya," seperti shalat Zhuhur, shalat fardhu, dll, kemudian maksud hatinya ini dinyatakan bersamaan dengan melakukan takbiratul ihram.
Para Pembaca, mungkin cukup sekian artikel ini. Insya Allah  akan kami lanjutkan kepada pembahasan berikutnya....
Barakallahu fiykum, Wallahu a'lam bishowab

Al Maroji':
1. Kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam (karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany)
2. VCD Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam (merujuk pada Kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany)
3. Majalah 'Izzuddin SMA Negeri 1 Surakarta Ed 70 Th 2009

Jumat, 04 Januari 2013

Shalat Berjamaah

Segala puji hanyalah untuk Allah yang memiliki kesempurnaan pada seluruh nama dan sifat-Nya. Kita memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya serta memohon ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya atas kesalahan diri-diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, keluarganya, dan para sahabatnya, serta kepada seluruh kaum muslimin yang benar-benar mengikuti petunjuknya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.


Para pembaca semuanya yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.....

Sesungguhnya masih ada beberapa silang pendapat di antara para ulama tentang hukum shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki baligh, namun pendapat yang paling kuat adalah hukumnya WAJIB, sebagai dalil yang insya Allah akan kami paparkan di bawah ini:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651)

Dan juga hadist  Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata: “Seorang buta pernah menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berujar, “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.” Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk shalat di rumah, maka beliaupun memberikan keringanan kepadanya. Ketika orang itu beranjak pulang, beliau kembali bertanya, “Apakah engkau mendengar panggilan shalat (azan)?” laki-laki itu menjawab, “Ia.” Beliau bersabda, “Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat).” (HR. Muslim no. 653).

Bayangkan teman-teman. Dari hadist di atas dapat kita ambil faedahnya, betapa Allah dan Rasul-Nya sangat menganjurkan ap itu Shalat berjamaah. Bahkan betapa besar ancaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah tanpa adanya suatu udzur. Dan juga betapa besarnya faedah shalat berjamaah hingga seorang yang buta pun tetap diperintahkan oleh Rasulullah untuk tetap mendatangi shalat berjamaah. Apalagi tentunya bagi kita yang sehat wal ‘afiyat.

Shalat berjamaah termasuk dari syiar-syiar Islam yang paling nampak, yang Allah Ta’ala telah wajibkan kepada segenap lelaki balig dari kalangan kaum muslimin, karena padanya terkandung manfaat yang sangat besar. Karenanya wajib atas seorang muslim adalah menaruh perhatian besar mengenai urusan shalat berjamaah dan hendaknya dia bersegera dalam menunaikannya, sebagai realisasi dari perintah Allah dan Rasul-Nya dan agar dia terhindar dari penyerupaan kepada orang-orang munafik.

Di antara dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjamaah adalah:

Perintah Allah Ta’ala dalam surah Al-Baqarah, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43). Imam Al-Kasani berkata dalam Al-Badai’ Ash-Shana’i (1/155), “Allah Ta’ala memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, dan yang demikian itu dengan cara bergabung dalam ruku’. Maka ini merupakan perintah menegakkan shalat berjama’ah.”

Adapun perintah Nabi –‘alaihishshalatu wassalam-, maka disebutkan dalam hadits Malik bin Al-Huwairits dimana beliau bersabda, “Apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang di antara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian mengimami kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 628 dan Muslim no. 674). Maka di sini beliau memerintahkan mereka untuk berjamaah di mana salah seorang di antara mereka menjadi imam.

Juga perintah beliau kepada orang buta yang terdapat dalam hadits Abu Hurairah di atas. Dimana dia kesulitan untuk tidak hadir berjamaah, akan tetapi berhubung dia mendengar azan maka Nabi –‘alaihishshalatu wassalam- tetap memerintahkannya. Maka bagaimana lagi yang bisa dengan mudah mendatangi shalat berjamaah???


Dan cukuplah yang menunjukkan wajibnya shalat berjamaah adalah tatkala Allah Ta’ala menurunkan satu syariat khusus yaitu shalat berjamaah dalam keadaan khauf (takut/perang). Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata”. (QS. An-Nisa`:102). Al-Imam Ibnul Mundzir -rahimahullah- berkata dalam Al-Ausath (4/135), “Tatkala Allah memerintahkan shalat berjamaah dalam keadaan takut, maka ini menunjukkan shalat berjamaah dalam keadaan aman lebih wajib lagi.”

Sekali lagi hukum wajib ini berlaku bagi setiap lelaki yang sudah baligh.
Adapun bagi kaum wanita, maka disunnahkan baginya untuk shalat di rumahnya berdasarkan beberapa hadits yang ada. Hanya saja dibolehkan -bukan disunnahkan- baginya untuk keluar shalat di masjid dengan beberapa persyaratan yang tersebut dalam hadits-hadits yang shahih.

Rasulullah –‘alaihishshalatu wassalam- mengabarkan bahwa shalatnya seseorang secara berjamaah jauh lebih utama daripada shalat sendirian dan bahwa shalat berjamaah merupakan sebab terjaganya kaum muslimin dari syaithon. Keutamaan yang pertama untuk individu dan yang kedua untuk masyarakat kaum muslimin.

Wahai para pembaca yang budiman, berikut ini kami sedikit memaparkan tentang beberapa keutamaan Shalat berjamaah...

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 649).

Dari Abu Musa dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” (HR. Muslim no. 662).

Dari Abu Ad-Darda` dia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian (shalat) berjamaah, karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya).” (HR. Abu Daud no. 547, An-Nasai no. 838, dan sanadnya dinyatakan hasan oleh An-Nawawi dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 344).

Dari Ibnu Umar -radhiallahu 'anhuma-, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 650)

Jadi, mari kita koreksi diri kita masing-masing apakah kita sudah melaksanakan hal yang sangat urgen ini?? Yuk,, mari kita renungkan hal tersebut. Dan ingat semua yang bernyawa akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Barakallaahu fiykum.


Sumber:
Kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Majalah 'Izzudin SMA Negeri 1 Surakarta