Segala
Puji hanya bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala, Rabb semesta alam, Rabb yang
telah memberi buannyyyaaaak..... sekali..... kenikmatan kepada kita, kita
menyembah dan memuji hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Sholawat
serta salam, semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam, nabi yang telah mewasiatkan kepada umatnya akan dua perkara,
yang apabila kita berpegang teguh terhadap dua perkara tersebut, maka kita
tidak akan tersesat selamanya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Para Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala...
Kita
semua tahu bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’ala menciptakan kita sebagai
manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah. “Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzariyat:
56). Tuhan kita adalah Allah, satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Tuhan
yang menguasai dan mengatur seluruh alam semesta di jagad raya nan luas ini. Dia-lah
yang meridhoi agama Islam sebagai agama yang sah dan lurus bagi kita. “... Pada
hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagimu, ...” (QS
Al Maidah: 3). Dia-lah Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui segala hal yang
tampak maupun ghaib, Maha Memberikan Ampunan bagi siapa saja yang ingin
mendapat ampunan dari-Nya, Maha Mengetahui apa yang kita lakukan sampai detik
ini walaupun kita bersembunyi di dalam suatu ruangan sempit, berdebu, dan tidak
ada satupun yang mengetahuinya kecuali hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan
juga, kita mengetahui bahwa Rasul kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, adalah nabi yang menjadi saksi bagi umatnya. Beliau
adalah nabi yang menyampaikan kabar gembira bagi kaum mukminin serta memberi
peringatan kepada orang yang dzalim. Beliau melindungi kaumnya dari segala
bentuk kesyirikan. Beliau adalah nabi dan rasul yang mengajarkan tentang
ke-tauhid-an, ajaran yang disampaikan juga oleh nabi-nabi yang terdahulu, mulai
dari nabi yang pertama hingga nabi akhir zaman. Beliau rela dicaci-maki,
diludah, dan dilempari batu, namun beliau menanggapi hal-hal tersebut dengan
tersenyum, bahkan beliau mendo’akan mereka agar mereka diberi petunjuk nantinya
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Subhanallah.......
Dari
hal-hal tersebut, sudah selayaknya kita beribadah hanya kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh-Nya. Juga dalam
beribadah, kita harus sesuai dengan apa saja yang dicontohkan oleh Nabi kita,
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, janganlah kita menambahi
ataupun kita mengurangi segala hal yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, karena kita ingat bahwa agama Islam telah sempurna (QS
Al Maidah: 3), dan risalah yang disampaikan oleh beliau merupakan risalah
yang sempurna, tidak perlu ditambah atau bahkan dikurangi seenaknya menurut
hawa nafsu kita sendiri. Dan bila kita tidak ingin tersesat, maka berpegang
teguhlah kepada dua perkara yang sudah diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam sebelum beliau wafat, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah....
Para Pembaca yang budiman........
Seperti
hal nya dalam beribadah, shalat merupakan suatu ibadah yang dilaksanakan oleh
umat Islam yang hal itu merupakan suatu kewajiban bagi kita selaku umat Islam.
Dalam shalat itu juga harus sesuai dengan apa yang dicontohkan dan dipraktekkan sendiri oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. “Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR Bukhari).
Kita
ingat bahwa yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap
seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya,
apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya
buruk maka dia kecewa dan merugi. (HR An-Nasaa'i dan Tirmidzi). Dan
juga kita ingat bahwa shalat merupakan amal perbuatan yang paling afdhol,
seperti yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Mas'ud Radhiyallahu ‘anhu, “Aku
bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling
afdhol?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku
bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" Beliau menjawab, "Berbakti
kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi, ya
Rasulullah?" Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah.” (HR
Bukhari)
Wahai Para Pembaca......
Pada artikel berikut ini, kami akan paparkan beberapa Persiapan yang harus dilakukan sebelum shalat.
Pada artikel berikut ini, kami akan paparkan beberapa Persiapan yang harus dilakukan sebelum shalat.
Yang jelas, bersuci itu merupakan salah satu hal yang dilakukan
dahulu sebelum melakukan shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda (artinya), “Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci.” (HR
Muslim). Dan bersuci untuk shalat ada dua, yaitu bersuci dengan air dengan
wudhu dan mandi dan bersuci dengan debu (tayammum).
Nah,
berikut akan kami paparkan tata caranya:
1. Membaca “Bismillah” (HR Abu Dawud, Shahih Ibnu Majah)
2. Mencuci kedua telapak tangan sebanyak 3 X (HR Bukhari dan
Muslim)
3. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu cidukan
tangan kanan sebanyak 3 X kemudian mengeluarkannya (HR Bukhari dan
Muslim)
4.
Mencuci wajah 3 X (HR Bukhari dan Muslim)
5.
Mencuci tangan kanan sampai siku 3 X kemudian tangan kiri sampai
siku 3 X (HR Bukhari dan Muslim)
6.
Mengusap kepala yaitu mengambil air ke telapak tangan lalu
membuangnya lalu mengusap kepala dari batas ujung tumbuhnya rambut bagian depan
sampai tengkup dan dikembalikan ke depan lagi, kemudian langsung mengusap
telinga yaitu dengan memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga dan mengusap
bagian luar telinga dengan ibu jari (HR Bukhari dan Muslim)
7.
Mencuci kaki kanan sampai mata kaki 3 X kemudian kaki kiri sampai
mata kaki 3 X (HR Bukhari dan Muslim)
8.
Kemudian disunnahkan membaca do’a: “Aku bersaksi tiada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu baginya dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Namun, ternyata ada beberapa hal yang dapat membatalkan wudhu. Pembatal wudhu
itu antara lain (Al Wajiz fi Fiqhi As Sunnah wa Al Kitabi Al ‘Aziz hal.
36-37):
1.
Apa-apa yang keluar dari kemaluan depan dan belakang berupa kotoran
atau angin.
2.
Tidur nyenyak.
3.
Hilangnya akal karena mabuk atau sakit.
4.
Menyentuh kemaluan tanpa penghalang dengan dibarengi syahwat.
5.
Makan daging unta.
Bila suatu ketika kita tidak dapat menemukan air, maka kita bisa bersuci dengan debu, atau disebut juga tayammum. Tayammum dibolehkan jika tidak mampu menggunakan air, baik karena
tidak ada air atau sakit, atau jika menggunakan air akan bertambah sakit.
Demikian pula jika junub, namun tidak mampu menggunakan air maka ia bertayammum
tanpa berwudhu (Al Wajiz, hal. 49)
Dan
juga dalam QS Al Maidah ayat 6, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman (artinya): “Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Wahai Para Pembaca, berkata Abu Ishaq bahwa
tentang Ash-Sha’id (dalam ayat di atas) adalah muka bumi, dan Ash-Sha’id tidak
harus tanah, akan tetapi muka bumi baik berupa tanah atau bukan, misalnya di
gurun/padang pasir. Boleh pula bertayammum dengan menggunakan debu yang ada di
dinding, baik dari tanah atau batu, dengan cat atau tidak. (Al Wajiz hal 50).
Berikut tata caranya tayammum (Al Wajiz hal 50):
1.
Memukulkan
kedua telapak tangan ke muka bumi (satu kali) (HR Bukhari-Muslim)
2.
Meniupnya
dan mengusapkan ke wajah lalu ke kedua punggung tangan dan kedua telapak tangan
(HR Bukhari-Muslim)
Nah, yang
membatalkan tayammum itu sama dengan pembatal wudhu, dan juga ditambah dengan
menemukan air atau kembali bisa menggunakan air (Al Wajiz hal 50)
Para Pembaca yang semoga dirahmati
Allah Subhanahu wa Ta’ala...
Setelah berwudhu, yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam selanjutnya adalah shalat dengan menghadapnya ke arah kiblat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (artinya): “Jika engkau hendak berdiri untuk shalat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke kiblat lalu bertakbirlah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Setelah berwudhu, yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam selanjutnya adalah shalat dengan menghadapnya ke arah kiblat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (artinya): “Jika engkau hendak berdiri untuk shalat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke kiblat lalu bertakbirlah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam melakukan shalat dengan berdiri. Hal ini sesuai dengan perintah
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS Al Baqarah: 238 “Peliharalah
segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyuk.” Bila kita tidak sanggup berdiri atau
sakit, maka diperbolehkan shalat dengan duduk (HR Bukhari, Abu Dawud, Ahmad).
Bila imam shalat dengan duduk karena sakit maka makmum wajib shalat dengan
duduk walaupun mereka bisa berdiri (HR Bukhari-Muslim).
Wahai Para Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala......
Sutrah (pembatas) merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
seseorang dalam shalat. Hal ini sebagai pembatas seseorang dalam melakukan
shalat, dan juga sebagai tanda agar orang lain tidak melewati seseorang yang
sedang shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda
(artinya): “Janganlah kalian shalat kecuali dengan menghadap sutrah.” (HR
Ibnu Khuzaimah denga sanad Jayyid, Hadits yang semakna juga terdapat dalam
Shahih Bukhari dan Muslim). Sutrah itu bisa berupa dinding, punggung orang,
tiang, tas, atau apapun yang mempunyai tinggi (minimal) satu hasta (Al
Masjid fi Al Islam: 78).
Wahai Para Pembaca...., berjalan di depan orang shalat di antara dia dan
sutrah (pembatas)nya adalah perbuatan haram, karena mengganggu dan mengacaukan
konsentrasinya dalam bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perbuatan ini dilarang dengan keras dan pelakunya mendapatkan ancaman yang
sangat berat, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
yang menjelaskan bahwa berdiri selama empat puluh (hari atau bulan, atau tahun,
perawi tidak tahu persis) adalah lebih baik daripada lewat di hadapan orang
yang sedang shalat.
Oleh
karena itu dibolehkan bagi yang sedang shalat untuk mencegah orang yang akan
melewatinya, jika sekiranya masih ada jalan lain yang memungkinkan untuk
dilewati. Karena dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika
salah seorang di antara kalian shalat menghadap sutrah (yang menghalangi) orang
(untuk lewat), lalu ada seseorang yag mau melewatinya maka tahanlah dia.
Apabila menolak maka lawanlah dia karena dia adalah setan.” (HR Bukhari
dan Muslim).
Para Pembaca, untuk persiapan shalat selanjutnya adalah kita harus mengawalinya dengan niat. "Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung niatnya." (HR Bukhari-Muslim). Namun, dalam Niat tersebut, kita tidak boleh melafadzkan niat tersebut. Hal ini karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak melakukan hal tersebut. Nah, sesuai dalam kitab Raudhatu Ath Thalibin Imam Nawawi mengatakan: "Niat itu artinya maksud, yaitu orang yang shalat dalam hatinya mempunyai maksud melakukannya," seperti shalat Zhuhur, shalat fardhu, dll, kemudian maksud hatinya ini dinyatakan bersamaan dengan melakukan takbiratul ihram.
Para Pembaca, mungkin cukup sekian artikel ini. Insya Allah akan kami lanjutkan kepada pembahasan berikutnya....
Barakallahu fiykum, Wallahu a'lam bishowab
Al Maroji':
1. Kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam (karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany)
2. VCD Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam (merujuk pada Kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany)
3. Majalah 'Izzuddin SMA Negeri 1 Surakarta Ed 70 Th 2009
Para Pembaca, untuk persiapan shalat selanjutnya adalah kita harus mengawalinya dengan niat. "Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung niatnya." (HR Bukhari-Muslim). Namun, dalam Niat tersebut, kita tidak boleh melafadzkan niat tersebut. Hal ini karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak melakukan hal tersebut. Nah, sesuai dalam kitab Raudhatu Ath Thalibin Imam Nawawi mengatakan: "Niat itu artinya maksud, yaitu orang yang shalat dalam hatinya mempunyai maksud melakukannya," seperti shalat Zhuhur, shalat fardhu, dll, kemudian maksud hatinya ini dinyatakan bersamaan dengan melakukan takbiratul ihram.
Para Pembaca, mungkin cukup sekian artikel ini. Insya Allah akan kami lanjutkan kepada pembahasan berikutnya....
Barakallahu fiykum, Wallahu a'lam bishowab
Al Maroji':
1. Kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam (karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany)
2. VCD Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam (merujuk pada Kitab Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany)
3. Majalah 'Izzuddin SMA Negeri 1 Surakarta Ed 70 Th 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar