Sabtu, 27 April 2013

Ganasnya Syirik


Syirik merupakan dosa paling besar, kezaliman yang paling zalim, dosa yang tidak akan diampuni Allah, dan pelakunya diharamkan masuk surga serta seluruh amal yang pernah dilakukannya selama di dunia akan hangus dan sia-sia. Oleh sebab itu mengenal hakekat syirik dan bahayanya adalah perkara yang sangat penting.



Hakekat syirik
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Wahai umat manusia, sembahlah (Allah) Rabb yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia itu lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia pula yang telah menurunkan air hujan dari langit sehingga mampu mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah sedangkan kalian mengetahui.” [QS. Al-Baqarah: 21-22].
Di dalam ayat yang lain Allah ta’ala menyatakan secara tegas yang artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya.” [QS. An-Nisaa’: 36].
Dari ayat-ayat tersebut kita mengetahui bahwa Allah melarang hamba-hamba-Nya untuk berbuat syirik atau mengangkat tandingan bagi Allah, yaitu menyembah selain Allah di samping menyembah Allah. Dengan demikian ibadah adalah salah satu kekhususan yang hanya boleh ditujukan kepada Allah, karena menujukan ibadah kepada selain Allah adalah perbuatan syirik.

Bahaya Syirik
1.    Dosa yang paling besar
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” [QS. An-Nisaa’: 48].
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Dengan ayat ini maka jelaslah bahwasanya syirik adalah dosa yang paling besar. Karena Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuninyca bagi orang yang tidak bertaubat darinya…” [Fathul Majid].
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Maka beliau menjawab, “Yaitu engkau mengangkat tandingan/sekutu bagi Allah (dalam beribadah) padahal Dia-lah yang telah menciptakanmu.” [HR. Bukhari dan Muslim].
2.    Kezaliman yang paling zalim
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan,[QS. Al-Hadiid: 25].
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa di dalam ayat ni Allah memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya supaya manusia menegakkan al-qisth yaitu keadilan. Salah satu nilai keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok keadilan yang terbesar dan pilar penegaknya. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil.
Perhatikanlah firman Allah yang mulia yang mengisahkan nasehat seorang ayah yang bijak kepada puteranya, yang artinya, “Wahai puteraku, janganlah berbuat syirik kepada Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” [QS. Luqman: 13].
3.    Pelanggaran terhadap hak Sang pencipta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba dan hak hamba atas Allah?” Maka Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu Rasul bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedangkan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan menyiksa hamba yang tidak mepersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata, ”Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala memiliki hak yang harus ditunaikan oleh para hamba. Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak ini maka sesungguhnya dia telah menyia-nyiakan hak yang paling agung.” [Hushul Al Ma’mul]
4.    Dosa yang tak terampuni
Seandainya seorang hamba berjumpa dengan Allah ta’ala dengan dosa sepenuh bumi niscaya Allah akan mengampuni dosa itu semua, akan tetapi tidak demikian halnya bila dosa itu adalah syirik. Allah ta’ala berfirman melalui lisan Nabi-Nya dalam sebuah hadits qudsi, “Wahai anak Adam, seandainya engkau menjumpai-Ku dengan membawa dosa kesalahan sepenuh bumi dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku, niscaya Akupun akan menjumpaimu dengan ampunan sepenuh itu pula.” [HR. Tirmidzi, disahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah 127].
Bahkan, di dalam Al-Qur’an, Allah telah menegaskan dalam firman-Nya yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa yang berada di bawah tingkatan syirik bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya,” [QS. An-Nisaa’: 48].
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia tidak akan mengampuni dosa syirik, artinya Dia tidak mengampuni hamba yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan musyrik, dan (Dia mengampuni dosa yang dibawahnya bagi orang yang dikehendaki-Nya); yaitu dosa-dosa (selain syirik-pent) yang akan Allah ampuni kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.” [Tafsir Ibnu Katsir].
5.    Kekal di dalam neraka
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka Jahannam dan kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek ciptaan.” [QS. Al-Bayyinah: 6].
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya, niscaya masuk surga. Dan barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan memepersekutukan sesuatu dengan-Nya, maka dia masuk neraka.” [HR. Muslim].
6.    Pemusnah pahala amalan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya ?” Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.
Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya?” Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.
Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Qur’an. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur’an karena-Mu.” Allah berfirman, ”Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Qur’an supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.” [HR. Muslim].
7.    Kehilangan rasa aman dan petunjuk
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan merekalah orang yang mendapatkan hidayah.[QS. Al An’aam: 82].
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ketika ayat ini diturunkan para sahabat mengatakan, ”Wahai Rasulullah. Siapakah di antara kita ini yang tidak melakukan kezaliman terhadap dirinya?” Maka Rasulullah pun menjawab, ”Maksud ayat itu tidak seperti yang kalian katakan. Sebab makna,”Tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman” adalah (tidak mencampurinya) dengan kesyirikan. Bukankah kalian pernah mendengar ucapan Luqman kepada puteranya,”Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar”.” [HR. Bukhari].

Semoga Allah menyelamatkan diri kita dari bahaya syirik, yang tampak maupun yang tersembunyi.
Wallahu a’lam bishowab.

Selasa, 09 April 2013

Wanita Tukang Sisir Anak Putri Fir'aun

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Ketika malam aku di isra' kan aku mencium bau yang sangat wangi, aku bertanya, 'Wahai Jibril, bau apakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah bau wangi tukang sisir anak perempuan Fir'aun dan anak laki-laki tukang sisir itu.' Aku bertanya, 'Bagaimana bisa demikian?' Jibril menjawab, 'Ketika ia menyisir rambut anak putri Fir'aun tiba-tiba sisirnya jatuh kemudian wanita itu mengambilnya denga membaca Bismillah. Anak putri Fir'aun berkata, 'Hai, dengan nama bapakku.' Wanita tukang sisir menjawab, 'Tidak, Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu demikian juga Tuhan ayahmu.' Anak putri Fir'aun bertanya, 'Kalau begitu kamu punya Tuhan selain ayahku?' Wanita tukang sisir itu menjawab, 'Ya.' Anak putri Fir'aun berkata, 'Akan aku laporkan pada ayahku.' Wanita tukang sisir menjawab, 'Silahkan!'

Kemudian anak putri Fir'aun memberitahukan kejadian ini kepada ayahnya dan akhirnya wanita tukang sisir dipanggil Fir'aun, dia bertanya, 'Wahai Fulanah, betulkah kamu mempunyai Tuhan selain aku?' Wanita tukang sisir menjawab, 'Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.'

Kemudian Fir'aun memerintahkan untuk mempersiapkan periuk besar dari tembaga untuk dipanaskan. Satu persatu anak wanita tukang sisir itu mulai dilemparkan ke dalam periuk yang mendidih.

Beberapa saat kemudian, wanita tukang sisir mengajukan permohonan kepada Fir'aun, dengan berkata, 'Ada satu permintaan dariku.' Fir'aun menjawab, 'Apa permintaanmu?' Wanita tukang sisir menjawab, 'Aku ingin tulang tubuhku dan tulang-tulang anak lelakiku kelak dibungkus dalam satu kain untuk kemudian dikuburkan.' Fir'aun menjawab, 'Akan aku penuhi permintaanmu.'

Anak-anak lelaki tukang sisir itu masih terus dilemparkan ke dalam periuk mendidih hingga terakhir kalinya tiba giliran anak yang masih menyusu. Pada saat itu wanita tukang sisir nampak ragu-ragu, tetapi tiba-tiba bayi yang masih menyusu itu berkata, 'Wahai ibuku, ceburkan diri ibu ke dalam periuk yang mendidih itu, karena sesungguhnya siksa dunia ini jauh lebih ringan dibanding siksa akhirat'."
[HR. Ahmad, 3/309; ath-Thabrani dalam al-Kabir, 12279, 12280; Ibnu Hibban, 2892, 2893]
Pelajaran yang dapat dipetik :

  1. Anjuran untuk tetap sabar dan teguh ketika muncul fitnah dan pada saat genting.
  2. Balasan itu sesuai dengan jenis amal yang dikerjakan.
  3. Bagi yang bersabar dalam memegang teguh agama dan tidak takut dicela orang niscaya memperoleh pahala dan ganjaran yang sangat besar, sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas." [Az-Zumar: 10]
  4. Seorang muslim diperbolehkan mengajukan permintaan yang mengandung kebaikan sekalipun kepada thaghut, sebagaimana kisah ini. Wanita tukang sisir anak gadis Fir'aun meminta agar tulang tubuhnya dan anak-anaknya dikubur menjadi satu.
  5. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa memberi jalan keluar untuk para wali-Nya dari musibah atau bencana yang menimpa.
  6. Ketetapan karamah Allah yang diberikan bagi orang shalih dan shalihah.
  7. Karamah termasuk dalam kategori peristiwa langka dan luar biasa.
Subhanallah...

Sumber:
61 Kisah Pengantar Tidur - Muhammad bin Hamid Abdul Wahab

Sabtu, 06 April 2013

Tiga Orang yang Suka Pamer


Sungguh tragis, orang yang beramal namun tak ikhlas. Segala upaya, daya, dan harta yang dikeluarkan menjadi sia-sia. Semuanya justru menjadi petaka ketika akhirat tiba.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya orang yang kali pertama diberi keputusan pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid. Lalu ia didatangkan di hadapan Allah. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan-Nya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah pun berfirman: 'Apa yang kamu kerjakan padanya?'
Ia berkata: 'Aku berperang karena diri-Mu, hingga aku mati syahid.'
Allah Ta’ala berfirman: 'Engkau telah berdusta. Sesungguhnya engkau berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan hal itu telah dikatakan.'
Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret mukanya hingga ia dilemparkan ke neraka.
Lalu seseorang yang belajar suatu ilmu kemudian mengajarkannya, dan membaca AlQur'an lalu didatangkan di hadapan Allah. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan-Nya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah pun berfirman: 'Apa yang kamu kerjakan padanya?'
Ia menjawab: 'Aku mempelajari suatu ilmu dan mengajarkannya serta membaca AlQur'an karena-Mu.'
Allah berfirman: 'Engkau berdusta. Sebenarnya, engkau mempelajari suatu ilmu, mengajarkannya dan membaca Al-Qur'an agar dikatakan bahwa engkau adalah orang yang ahli membaca. Dan hal itu telah dikatakan.'
Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret mukanya hingga ia dilemparkan ke api neraka.
Lalu ada seorang yang telah Allah berikan kepadanya kelapangan dan berbagai macam harta. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatanNya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya. Allah Ta’ala pun berfirman: 'Apa yang kamu kerjakan padanya?'
Ia menjawab: 'Tidak ada suatu jalan yang Engkau senang untuk diberi infak kecuali aku telah mengeluarkan infak padanya demi Engkau.'
Allah berfirman: 'Engkau telah berdusta. Tapi engkau melakukannya agar dikatakan sebagai orang yang dermawan dan hal itu telah dikatakan.'
Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa, lalu diseret mukanya, kemudian dilemparkan ke dalam neraka." [HR. Muslim]

Penjelasan
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengenai orang yang pertama kali diberi keputusan pada Hari Kiamat itu menceritakan tentang tiga golongan : pelajar, orang yang berperang, dan orang yang bersedekah.
Si pelajar mempelajari suatu ilmu, mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. Kemudian Allah mendatangkannya pada Hari Kiamat dan memperlihatkan kepadanya nikmat-Nya yang diberikan kepadanya dan ia pun mengakuinya. Lalu Allah bertanya kepadanya: "Apa yang telah engkau lakukan?" yakni dalam mensyukuri kenikmatan ini. Maka ia berkata: "Aku mempelajari dan membaca Al-Qur'an karena Engkau." Lalu Allah berkata kepadanya: "Engkau telah berdusta. Tapi engkau belajar agar dikatakan sebagai orang yang alim dan engkau membaca Al-Qur'an agar dikatakan orang yang pandai membaca, bukan karena Allah. Tapi karena ingin dilihat orang."
Kemudian diinstruksikan untuk dibawa lalu diseret wajahnya ke dalam api neraka. Ini adalah dalil yang menunjukkan wajib bagi seorang penuntut ilmu agar mengikhlaskan niatnya untuk Allah. Ia tidak mempedulikan apakah orang-orang menyebutnya "orang 'alim", "syaikh", "ustadz", "mujtahid", atau yang sejenisnya. Ini tidaklah penting baginya. Tak ada yang penting baginya, kecuali ridha Allah, menjaga syariat, mengajarkannya, menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari hamba-hamba Allah. Dengan demikian, tertulis baginya pahala syahid yang kedudukannya berada setelah kedudukan orang-orang yang jujur.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shalih." [An-Nisa: 69]
Adapun orang yang belajar bukan untuk tujuan hal tersebut, yaitu agar ia dikatakan sebagai orang yang 'alim, seorang mujtahid, orang yang sangat berilmu, dan yang serupa dengannya maka amalannya akan hilang. Na'udzubillah. Ia adalah orang yang pertama diberikan keputusan dan diseret wajahnya ke dalam api neraka dan didustakan serta dijelekkan pada Hari Kiamat.
Orang yang kedua adalah orang yang berperang. Ia berperang di jalan Allah kemudian terbunuh. Pada Hari Kiamat, ia akan datang kepada Allah Ta'ala kemudian Allah perlihatkan kepadanya nikmat-Nya yang telah diberikan kepadanya. Lalu ia mengetahui kenikmatan tersebut yaitu Allah panjangkan umurnya, mempersiapkannya, memberikan rizki, dan kekuatan kepadanya, hingga akhirnya ia sampai kepada tingkatan ini yaitu berperang. Kemudian ia ditanya: "Apa yang engkau perbuat dengan kenikmatan tersebut?"
Ia menjawab: "Wahai Rabbku aku berperang karena-Mu." Maka dikatakan kepadanya: "Engkau telah berdusta, engkau berperang agar dikatakan sebagai orang yang pemberani dan hal ini telah  dikatakan." Kemudian diperintahkan agar ia dibawa dan diseret wajahnya ke api neraka.
Allah Ta'ala berfirman: "Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut." [An-Nisa: 76]
Tetapi jika seseorang berperang karena kesukuan dan nasionalisme dibandingkan dengan untuk melindungi tanah air dari kejahatan orang-orang kafir, maka ini adalah berjuang di jalan Allah. Sebab, melindungi negara kaum muslimin buahnya adalah kalimat Allah yang akan jadi paling tinggi. Tetapi jika seseorang berperang agar ia dapat terbunuh saja dalam peperangan tersebut, apakah ia berada di jalan Allah?
Jawabnya adalah: "Tidak." Inilah niat kebanyakan para pemuda. Mereka pergi dengan tujuan agar mereka terbunuh dan berkata: "Kami berperang dan terbunuh sebagai orang yang syahid." Maka dikatakan: "Tidak." Hendaknya kalian pergi berperang agar kalimat Allah menjadi paling tinggi, walaupun harus tetap demikian. Jangan kalian pergi, dengan niat semata perang. Tapi pergilah dengan niat meninggikan kalimat Allah menjadi paling tinggi. Dengan demikian, jika terbunuh, kalian berada di jalan Allah.
Adapun orang yang ketiga adalah orang yang Allah berikan kenikmatan kepadanya dengan harta. Ia bersedekah, memberi, dan berinfak. Pada Hari Kiamat, ia dihadapkan kepada Allah dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang diberikan kepadanya. Ia mengakuinya. Lalu Allah bertanya kepadanya: "Apa yang engkau lakukan terhadap kenikmatan itu?"
Ia menjawab: "Aku bersedekah dan melakukan ini dan ini." Maka dikatakan kepadanya: "Engkau telah berbohong. Engkau melakukannya agar dikatakan bahwa si fulan adalah orang yang dermawan dan mulia. Hal itu telah dikatakan." Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret wajahnya ke dalam api neraka. Orang ini termasuk dalam tiga golongan yang dibakar api neraka pada Hari Kiamat.
Di sini terdapat dalil yang menunjukkan wajibnya seseorang untuk mengikhlaskan niat bagi Allah dalam setiap yang ia berikan, berupa harta, badan, ilmu, dan lainnya. Jika ia melakukan sesuatu yang diharamkan untuk mendapatkan pahala dari Allah Ta'ala lalu ia simpangkan kepada yang lainnya maka ia telah berdosa.

Wallahu a’lam bishowab.

Sumber: Majalah 'Izzuddin SMA Negeri 1 Surakarta ed 70 th 2009