Kalbu adalah salah satu nikmat terbesar
yang Allah karuniakan kepada manusia. Dengan kalbu inilah Allah istimewakan
manusia dari makhluk lain. Agar dengannya manusia sebagai makhluk sosial bisa
berinteraksi dengan baik. Bergaul dengan baik, saling mencintai dan mengasihi,
membalas kebaikan orang lain, ikut merasakan beban saudaranya dan yang lainnya.
Sebagaimana nikmat yang lainnya, nikmat kalbu tentu akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan kalbu, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.” [QS Al-Isra’: 36]
Nah,
kita sebagai seorang manusia dan hamba Allah subhanahu wa ta’ala
mengetahui, bahwa sudah pasti kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap
apa yang kita ucapkan, kita kerjakan serta penggunaan anggota badan lainnya
yang Allah ciptakan kepada kita untuk beribadah kepada-Nya, sudah sepantasnya kita
untuk mempersiapkan jawabannya, yang tidak lain adalah dengan menggunakan
nikmat tersebut untuk menghambakan diri kepada Allah, mengikhlaskan agama
untuk-Nya semata serta mengekang anggota badan tersebut dari segala yang Allah
haramkan.
Hikmah Penciptaan
Kalbu
Wahai para pembaca yg semoga dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala...
Sebenarnya
Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan
kalbu agar manusia mencintai-Nya dan beribadah hanya kepada-Nya semata. Inilah
fitrah yang Allah ciptakan manusia padanya. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman yang artinya:
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. (Tetapkanlah di atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” [QS Ar-Rum: 30]
Wahai
para pembaca..., Allah subhanahu wa ta’ala telah meletakkan dalam akal
manusia pengetahuan terhadap kebaikan Islam, Iman dan Ihsan. Sekaligus
pengetahuan tentang kejelekan lawannya. Karena sesungguhnya seluruh hukum-hukum
syariat baik yang lahir maupun batin telah Allah letakkan dalam kalbu seluruh
hamba-Nya serta kecondongan kepada hukum-hukum syariat tersebut.
Allah
Ta’ala juga meletakkan dalam kalbu mereka kecintaan terhadap kebenaran
sekaligus sikap mendahulukannya daripada yang lainnya. Inilah hakekat fitrah.
Siapa saja yang keluar dari pokok ini, penyebabnya adalah penghalang yang
menghalangi dan merusak fitrah ini. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Setiap anak terlahir di atas fitrah. Kedua orang
tuanya lah yang menjadikannya yahudi, nashrani atau majusi.” [HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
Macam-macam Kalbu
1.
Kalbu yang Sehat
Kalbu inilah yang akan selamat pada hari Kiamat kelak,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak lagi
berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan kalbu yang selamat.”
[QS As-Syuara’: 88-89]
Yaitu kalbu yang selamat dari nafsu yang menyelisihi
perintah Allah dan larangan-Nya. Selamat dari syubhat (berbagai kerancuan
berpikir tentang agama) yang menghalangi dan merusak kesehatan kalbu. Selamat
pula dari peribadahan kepada selain-Nya. Murni beribadah kepada Allah semata
dengan penuh harapan, kecintaan, tawakal, dan kembali sepenuhnya kepada Allah.
Ketika mencintai, cinta karena Allah, ketika harus membenci, benci karena
Allah. Tunduk patuh terhadap Rasul-Nya, tidak mendahulukan siapapun atas Allah
dan Rasul-Nya dalam perkataan dan perbuatan yang lahir maupun batin.
2.
Kalbu yang Mati
Kalbu ini lawan dari kalbu yang sehat. Kalbu ini tidak
mengenal Rabb-nya, apalagi untuk beribadah kepada-Nya dan melaksanakan
perintah-Nya. Kalbu yang tidak pernah cinta dan ridha kepada-Nya, bahkan
tenggelam dalam nafsu syahwatnya. Tidak peduli dengan apapun walaupun
menyebabkan kemurkaan Rabb-nya. Hawa nafsu sebagai pemimpinnya, kebodohan
sebagai penuntunnya dan lalai sebagai tunggangannya. Allah Ta’ala
berfirman yang artinya:
“Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan
Allah telah mengunci mati pendengaran dan kalbunya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?”
Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah menjelaskan
maksud dari menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan adalah orang yang setiap
menginginkan sesuatu pasti ia melakukannya. Diperbudak oleh nafsu. Sebagaimana
penjelasan serupa juga disampaikan oleh Imam Malik rahimahullah seperti
yang dinukilkan dari tafsir Ibnu Katsir rahimahullah.
Kalbu yang dipenuhi dengan nafsu dunia semata. Tidak
pernah dan tidak mau mendengar panggilan Allah dan Rasul-Nya, kalbu yang tunduk
dan patuh kepada syaithan. Berbaur dengan kalbu semacam ini adalah penyakit,
bergaul dengannya adalah racun dan mendekat akrab dengannya adalah kebinasaan.
3.
Kalbu yang Sakit
Yaitu kalbu yang masih memiliki kehidupan tetapi
terjangkiti oleh penyakit. Kondisi kalbu ini tergantung mana yang paling kuat
antara inti kehidupannya dan penyakitnya. Kecintaannya kepada Allah, keimanan,
keikhlasan, dan tawakalnya kepada Allah adalah unsur kehidupannya.
Kecondongannya terhadap syahwat, kecenderungannya untuk
mendahulukan syahwat, hasad, kibr (meremehkan orang lain), sombong dan
bangga diri adalah akar kebinasaan dan kehancurannya. Kalbu ini ditarik dari
dua arah. Yang mengajak kepada Allah dan Rasul-Nya serta akhirat, sekaligus
penyeru yang selalu berusaha menyeru kepada dunia dan kebinasaan.
Demikianlah...,
hati yang pertama adalah hati yang hidup, khusyu’, tawadhu’, lembut, dan selalu
berjaga. Hati yang kedua adalah hati yang gersang dan mati. Hati yang ketiga
adalah hati yang sakit, kadang-kadang dekat dengan keselamatan, kadang-kadang
dekat dengan kebinasaan.
Wahai
para pembaca...
Kita
ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits:
“Musibah
(fitnah) itu masuk ke dalam hati seperti dianyamnya tikar, sehelai demi
sehelai. Hati manapun yang menerimanya akan tertitiklah padanya setitik noda
hitam. Hati di manapun yang menolaknya akan tertitiklah padanya setitik cahaya
putih. Akhirnya, hati akan terbagi menjadi dua. Hati yang hitam legam cekung
seperti gayung yang terbalik, tidak mengenal kebaikan, tidak pula mengingkari kemungkaran,
selain yang dikehendaki hawa nafsunya; dan hati putih bercahaya yang tidak akan
tertimpa madharat fitnah, selama langit dan bumi masih ada.” [HR. Muslim]
Semoga
Allah Ta’ala senantiasa mengkaruniakan kepada kita kalbu yang sehat,
kalbu yang istiqamah dalam ketaatan kepada-Nya hingga bertemu dengan-Nya.
Aamiin.
Sumber:
- Majalah Tashfiyah ed 02/volume 1/1432 H/2011 M
- Buku Panduan Studi Islam Intensif (SII) XII SMA Negeri 1 Surakarta 1433 H/2012 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar